Bulan Maret biasanya jadi bulannya para pendaki gunung.
Akhir musim penghujan menyisakan bunga-bunga indah yg bermekaran di atas sana, di antara semak tinggi dan hijau pepohonan.
Tahun ini mungkin mereka akan mekar dengan tenang.
Tidak ada yg sibuk mengajak berfoto, mencabut, atau menginjaknya.
Mereka mekar dengan riang gembira.
Bernyanyi bersama kabut dan angin gunung kapanpun mereka mau.
Tahun ini, di bulannya para pendaki, gunung-gunung tersenyum menutup diri.
Mungkin juga tertawa melihat manusia sedang sibuk bersembunyi.
Manusia yg seringkali merasa gagah menaklukkan puncak, kini lemah di jurang ketidakberdayaan.
Bulan Maret tahun ini, tak lagi untuk para pendaki. Tapi untuk ibu bumi menyembuhkan diri.
Akhir Februari 2020 saya ingin sekali pergi mendaki gunung Arjuno. Terus terang saya ingin melihat bunga-bunga mekar di area Pondokan dan Lembah Kijang. Biasanya di akhir musim penghujan bunga-bunga kuning akan mekar dan mengambil banyak tempat di sana. Tapi melihat situasi saya yang agak sulit meninggalkan anak di rumah, maka saya pun menurunkan target hanya ingin ke Bukit Teletubbies Bromo saja. Di sana pun sama, bunga-bunga kuning akan banyak bermekaran. Saya mulai ajak-ajak kawan. Oke, insya Allah akhir Maret saja kata mereka, agar cuaca semakin bagus. Dan saya pun mengiyakan.
Ingin hanya sekadar ingin. Impian hanya tinggal impian. Menginjak bulan Maret, tiba-tiba saja beberapa warga Indonesia positif terserang virus corona. dari 1-2-3 orang lalu tiba-tiba saja menjadi banyak dan menyebar ke beberapa provinsi. Kontan saja, pemerintah memberikan himbauan untuk masyarakat agar di rumah saja untuk memutus mata rantai penyebaran virus. Sejak hari itu, semua mulai berubah. Pelan tapi pasti, dunia pariwisata menghening. Yang tadinya sektor pariwisata hanya tidak bisa menerima wisatawan luar negeri, kini tamu dalam negeri pun mulai tidak tampak. Ada yang menjaga diri agar tidak terpapar, ada yang pekerjaannya mulai terdampak, dan banyak pula tempat-tempat wisata yang menutup diri dari para wisatawan. Tujuannya ialah agar menghindari resiko terpaparnya warga setempat dari virus yang mungkin dibawa oleh para wisatawan.
Lalu, tentu saja keinginan saya ke gunung di atas sana harus saya pendam dalam-dalam. Bagaimana tidak, seluruh masyarakat sedikit banyak mendapat dampak dari pandemi corona ini termasuk toko saya yakni toko perlengkapan mendaki gunung. Tidak ada yang mendaki gunung, maka tidak ada yang datang membeli perlengkapan mendaki gunung. Toko menjadi hening seperti di atas sana. Dan yang terjadi pada saya, banyak juga dialami oleh orang lain di seluruh Indonesia, bahkan dunia.