07 Desember 2010

Menilik Keberadaan Candi-candi di Sidoarjo

Menurut informasi yang saya dengar, di Sidoarjo terdapat enam buah candi. Saya sebagai orang Sidoarjo yang sudah 21 tahun tinggal di sini, jujur belum pernah mengunjungi candi-candi tersebut. Memalukan memang, karena itulah kemarin saat ada kesempatan dan teman, segera saya mengunjunginya. Kami pergi berempat: Hero si baby white, Mas Wahyu, Mba Opay none Jakarte, dan saya dengan mengendarai motor.


Candi pertama yang kami kunjungi adalah Candi Dermo, terletak di Desa Candi Negoro, Kec. Wonoayu, Sidoarjo. Waktu itu saya heran ketika tahu bahwa candi tersebut berada di tengah perkampungan penduduk. Tempatnya tidak luas, hanya 15x15 meter, berpagar kawat (kawatnya difungsikan untuk jemuran pula), dan bersebelahan dengan makam. Tidak ada uang retribusi yang dikenakan untuk pengunjung. Kami hanya disuruh mengisi buku tamu, lalu diberi secarik kertas bertulisan tangan dari Dinas Purbakala mengenai keberadaan Candi Dermo. Candi ini tersusun atas bata merah setinggi 13, 50 m dengan panjang dan lebarnya masing-masing 10,84 m dan 10,77 m. Sisa lahan yang ada ditanami rumput dan beberapa bunga, sekaligus menandakan tempat ini masih terawatt. Sampai saat ini belum dapat diketahui kapan dan oleh siapa candi ini dibangun. Namun, diperkirakan berasal dari abad ke-14 M.

Candi kedua ternyata berbeda dari Candi Dermo. Candi ini hanya berupa tumpukan bata merah. Namanya Candi Medalem. Candi yang ditemukan tahun 1992 oleh Pak Tamaji ini diperkirakan sebagai tempat pembakaran atau mungkin fondasi candi. Tidak ada data pasti mengenai hal ini. Menurut informasi lagi, tataan batu bata merah ini memanjang sampai puluhan meter. Hanya saja kini bata-bata itu sudah terkubur di bahawa pohon-pohon pisang dan rumah penduduk. Nasib candi ini sungguh tragis karena tidak terawat dengan baik. Meski sempat ramai sejak candi ini ditemukan, kini candi ini terlantar tanpa penjaga dan tanpa pengunjung. Kini hanya satu dua orang saja yang datang ke sana, tidak untuk melihat candi, tetapi untuk mengambil air yang dianggap ajaib dari sumur tua di dekat candi. Pengunjung yang datang sebaiknya aktif bertanya kepada penduduk sekitar agar memperoleh informasi karena tidak ada papan informasi si situ. Bahkan papan larangan untuk tidak merusak situs pun sudah rusak dan berkarat.

Selanjutnya kami mengunjungi kompleks Candi Pari dan Candi Sumur yang lumayan terkenal. Letaknya di Dusun Candi Pari Wetan Kecamatan Porong, Sidoarjo. Saya tidak bisa mengeksplor terlalu banyak karena sedang hujan lebat dan tak seorangpun menjaga di sana. Pintu pagar Candi Pari saat itu tertutup, tapi saya masih bisa masuk ke area candi. Halaman/ taman candi ini lumayan luas dan tertata apik dengan rumput dan bebungaan. Langsung saja saya masuk ke dalam bangunan candi. Masih sama seperti candi-candi sebelumnya, candi ini disusun dari bata merah. Badan candi ini memiliki panjang dan lebar 7,80 m dan tinggi 6,30 m dengan atap menyatu dan dihuni beberapa kelelawar. Berbeda dengan Candi Pari, Candi Sumur yang berada 50 meter di dekatnya tampak tidak terlalu terawat meskipun masih bagus. Candi Sumur ini memiliki panjang 8 m, lebar 8 m, dan tinggi 10 m dan keberadaannya dihubungkan dengan Candi Pari.
Kedua candi tersebut diperkirakan dibangun pada abad ke-14 M, semasa dengan pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit. Selain itu kedua candi dianggap sebagai simbol kemakmuran Kerajaan Jenggolo (sekarang Sidoarjo) pada masa itu. Bahkan, Jenggolo disebut-sebut sebagai lumbung pangan untuk Majapahit. Pengunjung bisa dengan puas membaca sejarah candi yang tertulis di papan informasi.


Candi berikutnya lebih tragis lagi. Subut saja Candi Pamotan, terketak di Desa Pamotan kecamatan Porong. Lebar pintu masuk area candi hanya satu meter. Di sebelah kiri jalan ada kebun pisang dan kandang bebek yang hanya dipisahkan dengan pagar kayu. Candinya sendiri hanya berupa tumpukan bata merah karena atap dan badan candi sudah runtuh. Jika musim hujan, area candi ini akan tergenang hamper satu meter karena bangunannya yang menjorok ke bawah. Candi ini belum bisa dikatakan sebagai peninggalan kerajaan Majapahit meskipun tercatat bahwa candi ini berada di Negara daerah penting pada zaman Majapahit. Untuk informasi, tidak ada retribusi masuk. Namun, pengunjung bisa memberi uang sukarela kepada Ibu Lilik, penjaga candi, yang bertugas mencatat siapa saja pengunjung yang datang.

13 komentar:

  1. Hallo teman aku juga tertarik dengan sejarah sidoarjo. Mungkin kita bisa buat sebuah komunitas. Salam rimba ( Daniel Kurniadi - Rekgiwa )

    lihat www.de-manggis.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. wohh mas Daniel tho.. kaka senior iki :D
      salam rimba

      Hapus
    2. Yuk Mas Dani, kita buat komunitas nya. Ada idekah seperti apa konsepnya? Di dekat erumah saya di Waru, juga ada candi. Namanya Candi Tawang Alun, ada di Sedati. Ringkasannya bisa dibaca di blog saya:

      http://www.aldiparis.com

      Hapus
    3. Monggo mas kulo lare krian yang baru2 ni ditemukan situs terung. monggo berkunjung di http://lurustok.blogspot.com/ atau di www.sarasehanbudaya.blogspot.com

      Hapus
  2. ikuttttttt....jika buat komunitas percandiaan atau berbau sejaraaahhh...

    BalasHapus
  3. maaauuuuuuuuuuuuuuu......

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. sampean tho iki mas... ayo wes dilanjutkan, tolong saya disponsori :D

      Hapus
  5. Di luar 6 candi di Sidoarjo yang disebutkan di atas, masih ada lagi candi, yaitu candi Tawangalun, yang terletak di desa Buncitan, kec. Sedati. Juga ada desa namanya Candisari, tapi aku belum tahu candinya.................

    BalasHapus
  6. itu masih lima (5) candi
    satunya mana..??
    :)

    BalasHapus
  7. di daerah sukodono / gedangan dlu ktax jg ada candi.
    ada yg tau infonya t..??

    BalasHapus
  8. dsni kayaknya bnyak yang suka sejarah ya.dan usulan tentang komunitas bgus juga tuh.q ngikut ya

    BalasHapus
  9. Di pulungan juga ada (baca* buku sidoarjo ) -candi kuburan ,tp belum tau posisinya dimana

    BalasHapus