29 Januari 2013

Catatan Kehamilan: Impian Gentle Birth di Persalinan Pertamaku





“Tuhan hanya menciptakan vagina, Dia tidak menciptakan “jendela” di perut seorang perempuan.”-Robin Lim, Bidan, CNN Hero 2011.


Empat bulan ini rasanya luar biasa.  Saya mual, pusing, ngantuk berlebih, nyeri punggung, sering pipis, dan sebagainya yang menandakan bahwa dia, janin yang ada di rahim saya, ada dan terus bertumbuh. Bulan pertama kehamilan saya masih belum menyadari kehadirannya. Bulan kedua saya masih suka traveling meskipun mulai sedikit mual. Bulan ketiga mual saya menjadi-jadi, sempat hampir pingsan dua kali saat memasak (kemungkinan karena kurang darah), juga pernah merasakan sakit pinggang berat sampai-sampai saya tidak kuat jongkok bahkan tidak bisa menekukkan kaki selama sehari. Memasuki bulan keempat mual berangsur-angsur hilang, nafsu makan saya banyak, perut saya njendul, dan perlahan saya sudah bisa merasakan gerakannya seperti angin yang meletup-letup di dalam perut. Duh, indahnyaa… Subhanallah….
Beruntunglah saya di kehamilan pertama ini secara tidak sengaja saya nyasar di web Bidan Kita dan mengikuti fan pages nya di fb. Artikel-artikel di web ini sangat menarik, edukatif, dan memberikan pemberdayaan diri kepada pembaca yang mau belajar serta membuka diri. Artikel ini sebagian besar ditulis sendiri oleh bidannya yang bernama Yesie Aprilia dengan mencantumkan sumber-sumber yang dapat dipercaya. Dalam artikel-artikel tersebut bidan Yesie tidak sekadar menulis artikel untuk dibaca, tapi sungguh tulisannya bisa memberikan kepercayaan diri yang kuat kepada ibu hamil agar mempercayai bayi dan tubuhnya, bahwa hamil dan melahirkan adalah proses alamiah yang sakral dan minim intervensi medis (yang sesungguhnya melakukan bussines being born). Fokus bidan ini adalah pada prinsip gentle birth.
“Gentle birth merupakan prinsip  yang mendasari proses  kehamilan dan persalinan yang ramah jiwa dan minim  trauma. Ia ingin  mengembalikan manusia pada “fitrah”-nya, dengan  kepercayaan bahwa  setiap perempuan memiliki kemampuan untuk menjalani  proses kehamilan  dan persalinan dengan aman dan nyaman, serta menjadikan  momen-momen  tersebut sebagai sarana transformasi ke tingkat spiritual  yang lebih  tinggi; asalkan, potensi yang sudah ada di dalam dirinya  diberdayakan.  Jadi, esensinya bukan sekadar metode untuk menghindari  rasa sakit,  apalagi untuk gaya-gayaan.” (Dyah Pratitasari, dicopas dari grup GBUS).
Oh iya, GBUS adalah grup Gentle Birth Untuk Semua. Isinya orang-orang yang mau belajar dan memberdayakan diri. Saya sih baru beberapa hari gabung dengan grup tersebut karena sudah cukup lama join request saya tidak juga diapprove sebelum akhirnya saya minta diapprove sama bu Yesie.
Di grup GBUS dan web Bidan Kita saya banyak membaca artikel menarik, juga cerita pengalaman bunda-bunda yang melahirkan dengan nyaman setelah belajar gentle birth. Saya jadi tau apa itu gentle birth, hypnobirthing, manfaat penundaan pemotongan tali pusat, afirmasi positif, yoga prenatal, terapi perineum agar tidak robek saat melahirkan, melahirkan tanpa mengejan, water birth, diary kehamilan, dsb, yang menurut saya itu sangat membantu saya menjalani kehamilan ini. Jujur saja, dulu saya takut membayangkan sebuah proses melahirkan. Banyak cerita menyeramkan, teriak-teriak, terlalu banyak intervensi medis, ditakut-takuti dokter, dsb. Tapi sekarang saya lebih tenang dan saya akan mempersiapkan segalanya dengan lebih bijak. Insya Allah.
Yuk yuk pembaca yang budiman, kalau Anda adalah ibu hamil coba kunjungilah web Bidan Kita. Kalau teman Anda yang hamil makan share web Bidan Kita ke teman Anda tersebut. Kalau Anda calon ayah, coba baca dan pelajari bersama istri artikel-artikel tersebut. Harapan saya hanyalah agar setiap wanita bisa mengalami pengalaman melahirkan yang menakjubkan, minim trauma, dan bisa mensugesti orang lain untuk mau belajar juga. Itu juga yang saya idam-idamkan. Saya ingin anak saya lahir minim trauma, saya ingin bisa gentle birth, sehingga saya punya pengalaman menakjubkan untuk saya ceritakan kepada anak saya bahwa saya berusaha mempersembahkan yang terbaik untuknya.
Usia kehamilan saya saat ini sudah 19 minggu. Alhamdulillah. Saya mohon doa dari pembaca yang budiman untuk anak saya agar ia selalu sehat. Juga agar keinginan untuk gentle birth melalui persalinan normal bisa terlaksana Aamiin. Salam. 
==========================================================
Berikut ini penjelasan mengenai gentle birth yang saya copas juga dari grup GBUS :)

Sesuai asal namanya (gentle=lembut, birth=persalinan), konsep GB adalah mempersembahkan persalinan yg lembut yang lebih minim trauma fisik maupun psikhis baik bagi ibu maupun bayinya.
Syaratnya apa? Di GBUS, kami menggunakan definisi menurut Dr Hariyasa Sanjaya, SpOG (dlm Nirmala, Desember 2010) yaitu:
1.     Persalinan dipandang sebagai peristiwa yg harus dihormati. Bukan sekadar peristiwa mengeluarkan bayi.
2.     Ada peran aktif ibu dan suami. sama seperti pernikahan, kehamilan dan persalinan merupakan fase kehidupan yang memberi kesempatan pada kita untuk bertransformasi. Untuk "tumbuh", belajar, berkembang, dan berubah ke arah yg lebih baik.
3.     Nyeri persalinan dipandang sebagai hal yang alamiah, karena pada dasarnya nyeri tsb hadir sebagai mekanisme tubuh untuk membantu mengeluarkan bayi. Jadi yang diperlukan bukan sewenang2 menghilangkan nyeri, namun pemahaman dan keterampilan utk mengelola rasa nyeri tsb sehingga tidak menjadi sesuatu yg menyakitkan dan ditakuti.

Lalu, bagaimana supaya konsep gentle birth tsb tercapai? Sebagai ibu, tugas kita ya memberdayakan seluruh potensi yang kita miliki:

Kalau sudah, baru kita bicara ttg pihak luar. Survey provider yang mendukung prinsip gentle birth, seperti: percaya bahwa persalinan normal harus diutamakan terlebih dahulu, terbuka berdiskusi, memberi masukan2 yang objektif-tidak mengintimidasi dan rasional (artinya, kalau A ya bilang A, B ya bilang B), menyampaikan informed consent sebelum memberikan tindakan, menerapkan rawat gabung, IMD, serta mendukung asi ekslusif. Buat birth plan sbg antisipasi utk menghadapi bbrp situasi. Pikirkan hingga situasi yg terburuk, spy nanti tidak "kaget/gagap" jika itu benar terjadi.
1.     Belajar, cari tahu apa yang terjadi pd tubuh kita saat hamil dan melahirkan. Cari tahu nutrisi apa saja yg harus dipenuhi, apa saja yg sebaiknya dilakukan oleh ibu yg sdg hamil, dst, dst. Pengetahuan ini jadi bekal buat kita.
2.     Sudah dapat ilmunya, praktikkan dong... Penuhi pola makan sehat seimbang, ubah gaya hidup biar aspek fisik mental spiritual kita lebih selaras. Sudah belajar hypnobirthing, punya CD relaksasi, sudah download DVD senam hamil dr youtube? Ya latihan... Jangan cuma dijadikan hiasan buku/CD/DVDnya. Nggak belajar hypnobirthing, nggak tertarik dgn sst berbau relaksasi etc karena punya metode lain yg tujuannya sama? Ya sama.. Praktikkan juga..
3.     Introspeksi lagi. Secara internal sudah maksimal belum ikhtiarnya? ;)
Kalau sudah, baru kita bicara ttg pihak luar. Survey provider yang mendukung prinsip gentle birth, seperti: percaya bahwa persalinan normal harus diutamakan terlebih dahulu, terbuka berdiskusi, memberi masukan2 yang objektif-tidak mengintimidasi dan rasional (artinya, kalau A ya bilang A, B ya bilang B), menyampaikan informed consent sebelum memberikan tindakan, menerapkan rawat gabung, IMD, serta mendukung asi ekslusif. Buat birth plan sbg antisipasi utk menghadapi bbrp situasi. Pikirkan hingga situasi yg terburuk, spy nanti tidak "kaget/gagap" jika itu benar terjadi.
4.     Ikhtiar maksimal sudah, mencari provider sudah.. Sekarang tugas kita.. PASRAH TOTAL. Percaya bahwa Tuhan akan memberi kita persalinan yang bentuknya ideal sesuai dengan kondisi kita masing-masing. Makin mendekati hari H, makin pasrah dan tawakal. Dekatkan diri pada Tuhan supaya lbh mudah membaca petunjukNya. "Dengarkan" isyarat tubuh dan bayi. Sebagai ibu, kita biasanya punya intuisi/feeling. Bicarakan dgn tim sukses kita, yaitu suami dan nakes.
5.     Apapun yang terjadi nanti, syukuri. Jika ada yg kurang sesuai dgn harapan, jadikan sbg pelajaran (pasti ada hikmahnya kok), dan "bayar hutang" tsb dengan menjalani fase-fase selanjutnya sbg orangtua sebaik mungkin. istilah gentle birth itu "cuma" label. Dan bukan pula untuk gaya-gayaan atau sekadar memuaskan ego untuk memperoleh "tepuk tangan" dari pihak luar.

20 Januari 2013

Pantai Pok Tunggal: Tertipu Publikasi di Internet

Bukit karang kepala buaya

Tadinya saya pikir kalau di Pantai Pok Tunggal itu nggak ada pohon, ya minimal letak pohon-pohonnya agak jauh dari area pantai. Dan saya pikir di tengah area pasir itu cuma tumbuh satu pohon, yakni pohon duras atau yang akrab disebut pok tunggal. Lalu, bayangan saya tiba-tiba sirna begitu tiba di sana di suatu sore. Ternyata di sekitar tempat itu lumayan banyak pepohonan, tapi bukan pohon duras. Lalu di dekat pohon duras sekarang berdiri papan penunjuk arah tempat parkir. Huufft. Teng tong… Saya mulai berpikir kalau nama itu tidak cocok. Lalu saya menoleh ke kiri, ke arah bukit karang memanjang yang membawa imajinasi saya ke bentuk kepala buaya. Ada gundukan kepala dan moncongnya. Kayaknya pantai ini lebih cocok dinamai Pantai Karang Boyo, hehehe…. Payung-payung sudah tampak berbaris di sepanjang pantai. Aaahh bayangan saya tentang Pantai Pok Tunggal yang masih alami hilang, kecewa, tapi sedikit. Let’s enjoy the beach J
Narsis Timee... :)
Sayangnya keindahan Pantai Pok Tunggal yang terletak di Gunung Kidul, Jogjakarta, ini tidak sebagus apa yang dikatakan banyak orang. Mungkin dulu saat pertama ditemukan pantai ini tampak indah karena belum terjamah manusia alias masih perawan. Tapi untuk sekarang menurut saya biasa saja, bahkan kemarin semakin tampak buruk karena ada eskavator yang sedang merobohkan tebing karst yang katanya akan dijadikan penginapan dan restauran. Uh!
Pasir Pantai Pok Tunggal
Kalau dilihat dari sisi lain, pantai ini memang lebih privat daripada pantai tetangganya (Pantai Indrayanti) karena pantai ini masih lumayan sepi. Jarang pengunjung yang datang ke sini. Untuk berkemah juga lumayan, paling tidak kita bisa merasakan hening yang manis untuk sekadar mendengar merdunya debur ombak pantai selatan. Ombaknya meskipun besar tapi tidak terlalu ganas seperti di Pantai Parangtritis. Pasirnya, meskipun tidak halus, lumayan bersih dan terbentang panjang sekali. Di sisi kanan (barat) ada batu-batu karang yang asik buat dijadikan tempat berfoto, sedangkan di sisi kiri (timur) ada bukit karang yang di puncaknya telah dibangun semacam gazebo untuk memandang laut dari ketinggian. Sayangnya saya tidak mendapatkan izin dari suami untuk naik ke sana karena sedang hamil muda. ^____^
Sebagai tempat wisata baru biaya-biaya di sana masih terlalu mahal, setidaknya menurut saya. Parkir mobil saja Rp20.000,- lalu makanan rata-rata berupa mie instan yang lumayan mahal juga. Sukseslah saya dan dede di perut tidak makan nasi malam itu. Selain karena tidak ada nasi, juga karena terisolasi di tenda akibat hujan. Warung makan sudah lumayan banyak, begitu juga dengan kamar mandi. Sejauh ini cukup nyaman.
Yupz, malam itu kami nenda di Pok Tunggal. Saya sempat mengharapkan munculnya ribuan bintang di langit, tapi yang ada malah gerombolan awan hitam dan kilat yang membawa hujan sekitar satu jam. Menyeramkan! Setelah itu alhamdulillah hujan reda, dan saya bisa bermain-main di pantai dengan aman karena air sedang surut sejauh-jauhnya. Meskipun begitu, suami melarang saya bermain lama-lama di air, tampaknya ia begitu khawatir bila ombak tiba-tiba datang, apalagi saat itu saya memakai kaos warna hijau yang mitosnya tidak boleh dipakai ketika ke pantai selatan. Lalu, saya dan suami bobo berdua di dalam tenda. Teman-teman yang lain tidurnya di luar tenda karena semua pada ngontrak. Dunia cuma milik saya dan misua. Hihi…
Laut dan Senja
Kalau cuaca cerah, pantai ini bisa jadi spot yang asik untuk menyaksikan matahari terbenam. Sayangnya kemarin saat detik-detik terakhir tiba-tiba senja kami dicuri mendung. Sedangkan untuk menyaksikan matahari terbit tampaknya tidak bisa karena matahari muncul dari balik bukit karang.
Mungkin beberapa tahun lagi pantai ini akan jadi destinasi wisata pantai yang ramai dikunjungi orang. Eskavator yang besar itu seolah menjanjikan sesuatu. Jalan menuju ke sana akan semakin lebar dan mulus, penginapan-penginapan mulai bertebaran, dan pantai ini akan menjadi pantai sejuta umat.