12 Juni 2009

Pendaki dan Pencinta Alam

"pendaki gunung sahabat alam sejati
jaketmu penuh lambang, lambang kegagahan
memproklamirkan dirimu pencinta alam
namun maknanya belum kau miliki"
(Pencinta Alam-Rita Rubi H.)

Cuplikan lirik lagu di atas nampaknya sudah merupakan gambaran umum penggiat alam bebas atau pendaki di Indonesia. Pendaki, yang pada umumnya lahir dari komunitas atau organisasi pencinta alam kini jumlahnya semakin banyak, yaitu di sekolah-sekolah menengah, di universitas, di kampung, di instansi-instansi, perusahaan, bahkan komunitas dunia maya melalui internet. Tidak tanggung-tanggung sekarang hampir setiap akhir pekan gunung-gunung menjadi tujuan mereka. Mulai dari pendakian solo, duo, trio, bahkan pendakian massal dengan berpuluh-puluh atau beratus-ratus orang. Refreshing setelah seminggu sibuk dengan rutinitas pekerjaan merupakan salah satu alasan. Alasan lain bisa karena ingin berkencan dengan pacar (padahal ga perlu jauh-jauh ke gunung), rindu udara dingin, olahraga, cari pengalaman, berkumpul dengan teman, hingga sampai pada tujuan komersil, yaitu mencari keuntungan. Hampir semua gunung di Indonesia terjamah oleh manusia yang menyebut dirinya pencinta alam atau pendaki. Tak ada gunung yang sepi, hampir hilang mitos mengenai hutan yang angker. Semua karena manusia.

Seorang teman pernah mengirimi saya SMS yang isinya kira-kira mengatakan bahwa justru pendaki adalah perusak alam yang bersembunyi di balik nama pencinta alam. Singkat cerita, dia "gerah" dengan para pendaki. Ulah mereka di gunung tidak mencerminkan diri sebagai pencinta alam. Saya pikir-pikir ada benarnya juga perkataan teman saya. Saya yang juga mempunyai hobi mendaki dan ketertarikan kepada gunung dan keindahannya seringkali menemui sisa-sisa vandalisme liar. Bebatuan besar hitam bisa menjadi warna warni dengan tulisan-tulisan yang pada umumnya menyebut nama diri, nama komunitas, atau sekedar say love buat pacar. Banyak lagi aksi mereka yang merugikan, seperti membuang sampah plastik sembarangan dan mencemari air sumber atau sungai dengan sabun. Apakah mereka bangga dengan sikap seperti itu? Hanya para pelakunya yang tahu.

Samakah pendaki gunung dengan pencinta alam? Apa makna sesungguhnya di balik kata "pendaki" dan "pencinta alam"? Pendaki menurut saya lebih identik dengan mereka-mereka yang suka menapaki tanah-tanah gunung hingga puncak. Dari satu gunung ke gunung lain. Mencari pengalaman bahkan tantangan. Manfaatnya akan berbeda-beda tergantung bagaimana mereka memaknai sebuah pendakian. Mendaki gunung adalah salah satu aktivitas olagraga outdoor. Kawan-kawannya adalah susur gua, susur pantai, panjat tebing, rafting, diving, terjun payung, dan sebagainya. Sedangkan pencinta alam biasa diidentikkan dengan sebuah komunitas atau organisasi dengan kegiatan-kegiatan lingkungan hidup maupun aktivitas outdoor adventure. Padahal seharusnya semua orang harus menjadi pribadi pencinta alam. Kita semua sama-sama tinggal di bumi, di alam yang telah Tuhan sediakan untuk kita, manusia. Tergabung atau tidaknya kita di komunitas PA bukan menjadi tolak ukur pengabdian kita pada bumi. Pelajar, mahasiswa, guru, tukang becak, menteri, presiden, pendaki, dan sebagainya adalah orang-orang yang WAJIB mencintai alam. Pencinta alam belum tentu seorang pendaki, tapi seorang pendaki HARUS menjadi pencinta alam.

Pendaki-pendaki tercinta, mendakilah dengan santun! Para penikmat alam, nikmatilah alam dengan santun!

SAVE OUR FOREST - SAVE OUR EARTH

Nurul.Aneh

02 Juni 2009

Surabaya-Porong (Kencan tak Romantis)

Rata Penuh

“Hahaha… edan!” mz Kohan mengatakan hal itu di sebelahku saat kami sedang berjalan kaki di trotoar jalan raya Sidoarjo.
“Katene nang endi (mau ke mana)?” tanya ibuku sebelum aku berangkat.
“Nang Porong Buk, mlaku-mlaku ambek mz Kohan (ke Porong Bu, jalan-jalan ama mz Kohan),” jawabku saat itu.
“Laopo panas-panas mlaku-mlaku. Ati-ati! (ngapain panas-panas jalan-jalan. Hati-hati!)” jawab ibuku.

Seandainya kami sepasang kekasih, kami adalah pasangan kekasih yang paling tidak romantis di dunia. Mz Kohan sebagai pasangan lelaki yang paling tega terhadap pacarnya, dan aku adalah pasangan cewek gila yang mau-maunya diajak edan. Untungnya kami bukan pasangan kekasih. Ya… ini karena kami memutuskan untuk ke Porong naik mersikil alias jalan kaki. Sebenarnya ini adalah ide mz Kohan sejak lama dan baru terlaksana Sabtu, 30 Mei 2009 bersamaku. Kenapa aku ikut? Mungkin karena kecewa tidak jadi mendaki ke Lawu dan mungkin juga aku sudah tertular virus edan mz Kohan.

“Mission started. Aku berangkat.” itu isi SMS mz Kohan kepadaku sekitar pukul 05.40 a.m. Saat itu aku masih asik telpon-telponan dengan seseorang di Jakarta sana ^_^. Semalam saat nongkrong di kampus UNESA tiba-tiba pikiran untuk mewujudkan keinginan itu timbul Aku telah menyanggupi ikut dengannya, tapi aku start dari Sidoarjo saja karena rute Surabaya-Porong tentulah melewati jalanan dekat rumahku.

Pukul 09.40 a.m aku berangkat berjalan kaki menuju SMAN 1 Sidoarjo, sekolahku dulu, di mana mz Kohan sedang menungguku untuk menemaninya ke Porong. Akhirnya dia tiba juga di Sidoarjo. ^_^. Untuk apa kami melakukan misi ini? Tenang saja, kami punya jawabannya. Ini bukan perjalanan tanpa arti kok.
Alasan itu antara lain:
1. Memperingati 3 tahun keluarnya Lumpur lapindo (29 Mei),
2. Memperingati ulang tahun kota Surabaya (31 Mei), dan
3. Mengisi buku harian JPers Surabaya dengan cerita-cerita unik dan menyenangkan.
Nggak ada yang salah kan dengan alas an kami? ^_^

Walaupun Porong masuk ke dalam wilayah kabupaten Sidoarjo, tapi menuju ke sana juga sangat melelahkan. Berbeda dengan mendaki gunung di mana kita akan menyaksikan pemandangan indah khas pegunungan yang mendinginkan kalbu walau kaki sudah panas, berjalan di kota ruwet kita akan merasakan fenomena masyarakat sebenarnya. Mulai dari macet, polusi, trotoar untuk pejalan kaki yang berubah fungsi menjadi tempat orang berjualan berbagai macam barang atau jajanan.

Sekitar 15 km kami tempuh. Mz Kohan yang sudah berjalan dari pagi nampak lelah, aku masih fit karena baru memulai perjalanan. Ngobrol ngalor ngidul, duduk sana-sini, foto malu-maluin, dan beli jus buah adalah sekilas apa yang kami lakukan di jalan. Aku tak lupa memakai payung yang dibawa mz Kohan. Semakin lama semakin panas. Kadang kami masih menyempatkan posting di facebook. Barulah sekitar pukul 1 siang bendungan Lumpur lapindo mulai tampak. Akhirnya.. sebentar lagi sampai..!

Mz Doifani sebagai tim penjemput sudah menunggu daritadi. Berturut-turut mz Hero dan Tias juga datang. Kami ngeteh di warung pinggir jalan. Mendinginkan tenggorokan, menyelonjorkan kaki. “Naik motor cepet kok jalan,” ejek mz Hero dan mz Dhoi pada kami sambil tertawa riang. “Yee behno, lapo pean nyusul mrene hayoo (biar, ngapain kalian nyusulin ke sini)?!” balasku ga mau kalah. Toh tadi pagi Mz Dhoi juga sempet mau ikutan jalan kaki, hanya saja dia terlambat. Wkwkw…! Kami akan naik ke atas tanggul kalau Mz Wahyu sudah datang. Sekarang kami minum es buah dulu ^_^.

Menjelang ashar mz Wahyu datang, lalu kami naik ke tanggul dengan ditarik biaya masuk Rp 5.000,- per motor. Menyisir sisi barat tanggul Lapindo sudah cukup bagi kami karena jika ingin masuk lebih jauh ke sisi timur harus bayar Rp 5.000,- lagi. Ah tidak!! Cukup di tempat itu kami berhenti, duduk, ngobrol, mengibarkan banner JPers, foto, dan memandangi genangan air dan lumpur. Untung sudah sore jadi tidak terlalu panas, bahkan semilir angin sedikit menyegarkan kami.

Tidak berlama-lama kami kembali ke Sidoarjo dan mampir ke warung nasi belut dan nasi wader. Mz Dadang yang tadinya tidak ikut ke Porong akhirnya menyusul ke Sidoarjo. Ada saja tingkah Hero yang menggelitik sore itu. Dia tidak mau makan nasi belutnya karena tidak ada kecap. Akhirnya ia pergi dulu survival kecap entah ke mana, barulah dia mau makan. Dasar Hero aneh!

“Selamaaaatttt.. anda sukses jalan sampai Porong!” itu yang sempat aku dengar dari mulut mz Hero saat ia menyiramkan segelas teh hangat sisa minumku tadi ke badanku. Ah lagi-lagi dikau mengerjaiku. Tapi terima kasih ya udah mau menjemputku dan mz Kohan. Terima kasih JPers Surabaya. Satu lagi cerita-cerita unik tertulis di diary kita.

Pulang (NU Bag.III)

Sekitar pukul 5 p.m kami (kecuali mami Ayu) tiba di rumahku di Sidoarjo. Pelangi warna-warni nampak indah di sisi tenggara menyambut kedatangan kami dari Malang. Ibu mempersilahkan kami masuk dan menyuguhkan minuman hangat buat kami yang baru berbasah-basahan dengan hujan. Kami saling bercerita mengenai keunikan motor Hero selama perjalanan pulang tadi.

Setelah berpisah dengan teman-teman di Cangar kami (aku, Tias, Kohan, Hero, Udin, Dadang, Doifani, Gentong dan mami Ayu) harus segera kembali ke Surabaya dan Sidoarjo. Rute yang akan kami tempuh kira-kira seperti ini: Cangar-Pacet-Mojosari-Sidoarjo-Surabaya. Saat itu hujan yang awalnya rintik-rintik bertambah deras. Jalur Cangar-Pacet adalah jalanan aspal naik turun berbelok-belok dengan kanan kiri vegetasi hutan tropis yang masih hijau lebat. Hero yang terbiasa ngebut dengan motornya saat itu sedikit terhambat dengan adanya hujan. Ban motornya tidak cocok dengan jalanan basah. Aku yang diboncengnya jadi sedikit ketakutan. Terbayang jika tiba-tiba hero lengah, ban selip, dan kami terjatuh dalam jurang-jurang pinggir jalan itu. Naudzubillah….

Tuhan Maha baik kok. Kami semua masih diberi keselamatan. Walaupun aku, Hero, dan Tias basah kuyup karena hujan dan tidak membawa raincoat. Kami memutuskan untuk makan siang dulu di Pacet sembari menunggu hujan deras itu reda. Sekitar satu jam kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju arah Mojosari. Seperti biasa Hero dan aku di depan, mami Ayu di barisan ke dua, kemudian yang lain beriring-iringan menyusul di belakang. Suatu kali Hero berhenti di pom bensin, yang lainpun berhenti. Setelah istirahat dan sholat kami melanjutkan misi pulang ini. Ternyata dari situlah awal keunikan motor Hero terjadi. Mami Ayu melesat cepat di depan, motor Hero ngambek. Berhenti seketika. Tidak bisa distarter. Lalu dibetulkan sebentar – jalan – mogok lagi. Dan akhirnya sang pahlawan bengkel (Gentong dan Doifani) turun tangan tepat di depan sebuah masjid di daerah Mojosari. Entah diapakan, apa yang macet, atau bagaimana, sebagai seorang cewek yang nggak ngerti mesin, aku hanya bisa menunggu, begitu juga teman yang lain.

Lebih dari setengah jam akhirnya motor Hero bisa jalan lagi. Kami lanjut perjalanan. Namun, motor Hero masih ngambek, tidak mau jalan. Lagi-lagi kami berhenti dan mereka bertiga (Hero, Doifani, dan Gentong) membetulkan motor di depan sebuah bengkel. Sekitar setengah jam kami menunggu. Dan nampaknya Hero sedikit capek menangani motornya. Sedari tadi awal motornya mogok, tak sekalipun ia melepas helemnya. Kenapa rO?

Motor jalan…. Tapi setiap beberapa kilometer pasti motor ini berhenti alias ngambek alias mogok. Tinggal membuka penutup bensin sebentar lalu ditutup lagi distarter lagi motorpun jalan lagi. Hal ini terjadi berulang-ulang hingga tiba di rumahku. Berapa kali mogok ya? Mungkin lebih dari 10 kali. Kasihan.. Tapi jadi bahan tertawaan! ^_^

Ah.. JPers!! Ada-ada saja polah tingkah dan pengalaman unik. Pelangi itu suka dengan persahabatan kita, karena itu dia menampakkan diri, agar kita melihat warna-warninya, agar persahabatn kita penuh warna, insya Allah.

Tour de Cangar (NU bag. II)

Malam itu kami terlelap di rumah Mz Tovik di Batu, Malang. Udara yang dingin memberikan kenikmatan tersendiri dalam menikmati hangat sleeping bag kami masing-masing.

Keesokan paginya seperti biasa kamar mandi menjadi rebutan sekitar +/-20 orang dari JPers Jatim dan teman-teman dari Jakarta. Pagi itu kami tidak membeli makanan di warung, tetapi mami Ayu berinisiatif memasak buat kami semua. Beberapa orang ikut membantunya (saya tidak), alhasil jadilah pagi itu kami menyantap sarden, sambel terong pedas, oseng tempe, dll.

Sebelum pukul 10 a.m kami sudah bersiap berangkat ke Cangar, mau mandi air panas, berendam. Sebagian naik mobil dan sebagian yang lain iring-iringan naik motor. Menikmati bukit-bukit yang sebagian telah menjadi perkebunan, jalanan menikung dan naik turun, pemandangan indah menemani kami sampai di wisata air panas Cangar. Tiba di sana semua menjadi agak kikuk karena ramainya orang. Apa boleh buat, ini tempat umum, mau tidak mau ya kami harus berbaur. Rugi dong udah datang jauh-jauh, bayar lagi.. fiuuhh…!!

Kolam air panas jadi sasaran pertama JPers dan SIOUX. Hanya beberapa orang saja yang tetap di atas karena mengemban tugas mengabadikan tiap-tiap momen penting kegilaan kami. Cebur-ceburan ramai sekali di kolam sempit itu. Saling tarik-menarik dan dorong mendorong adalah kebiasaan manusia-manusia ini. Termasuk ketika saya masih bersantai duduk di pinggir kolam, Hero menarik saya hingga “Byuurr…!!”. Cekrik..cekrik..cekrik.. suara kamera mengambil gambar. Fuihh….!

Tak puas di satu kolam saja kami pindah ke kolam lain yang terlihat lebih luas dan bersih. Rupanya kolam biasa (enggak panas) dengan kedalaman 1,5 meter. Aksi tarik-menarik masih terjadi. Tias yang sedari tadi memutuskan tidak berenang akhirnya menjadi korban keganasan mereka. Mau tidak mau yah basah . Yang di atas melemparkan koin atau barang apapun sejenisnya, dan yang di dalam kolam berebutan mencari. Gendong-gendongan sesama teman di kolam begitu menyenangkan. ^_^

Sudah tengah hari saat Mz Aji menginstruksi kami agar segera bersia-siap pulang. Saatnya kami kembali ke peraduan masing-masing . Temen-temen SIOUX harus kembali ke Jakarta, JPers Jatim harus kembali ke rumahnya masing-masing. Hiikkss…. Tak terasa waktu yang singkat ini memberikan kesan sangat hangat di hati yang akan selalu tersimpan sebagai memori-memori unik bersama kawan cyber. Luv you all…!!