02 Juni 2009

Surabaya-Porong (Kencan tak Romantis)

Rata Penuh

“Hahaha… edan!” mz Kohan mengatakan hal itu di sebelahku saat kami sedang berjalan kaki di trotoar jalan raya Sidoarjo.
“Katene nang endi (mau ke mana)?” tanya ibuku sebelum aku berangkat.
“Nang Porong Buk, mlaku-mlaku ambek mz Kohan (ke Porong Bu, jalan-jalan ama mz Kohan),” jawabku saat itu.
“Laopo panas-panas mlaku-mlaku. Ati-ati! (ngapain panas-panas jalan-jalan. Hati-hati!)” jawab ibuku.

Seandainya kami sepasang kekasih, kami adalah pasangan kekasih yang paling tidak romantis di dunia. Mz Kohan sebagai pasangan lelaki yang paling tega terhadap pacarnya, dan aku adalah pasangan cewek gila yang mau-maunya diajak edan. Untungnya kami bukan pasangan kekasih. Ya… ini karena kami memutuskan untuk ke Porong naik mersikil alias jalan kaki. Sebenarnya ini adalah ide mz Kohan sejak lama dan baru terlaksana Sabtu, 30 Mei 2009 bersamaku. Kenapa aku ikut? Mungkin karena kecewa tidak jadi mendaki ke Lawu dan mungkin juga aku sudah tertular virus edan mz Kohan.

“Mission started. Aku berangkat.” itu isi SMS mz Kohan kepadaku sekitar pukul 05.40 a.m. Saat itu aku masih asik telpon-telponan dengan seseorang di Jakarta sana ^_^. Semalam saat nongkrong di kampus UNESA tiba-tiba pikiran untuk mewujudkan keinginan itu timbul Aku telah menyanggupi ikut dengannya, tapi aku start dari Sidoarjo saja karena rute Surabaya-Porong tentulah melewati jalanan dekat rumahku.

Pukul 09.40 a.m aku berangkat berjalan kaki menuju SMAN 1 Sidoarjo, sekolahku dulu, di mana mz Kohan sedang menungguku untuk menemaninya ke Porong. Akhirnya dia tiba juga di Sidoarjo. ^_^. Untuk apa kami melakukan misi ini? Tenang saja, kami punya jawabannya. Ini bukan perjalanan tanpa arti kok.
Alasan itu antara lain:
1. Memperingati 3 tahun keluarnya Lumpur lapindo (29 Mei),
2. Memperingati ulang tahun kota Surabaya (31 Mei), dan
3. Mengisi buku harian JPers Surabaya dengan cerita-cerita unik dan menyenangkan.
Nggak ada yang salah kan dengan alas an kami? ^_^

Walaupun Porong masuk ke dalam wilayah kabupaten Sidoarjo, tapi menuju ke sana juga sangat melelahkan. Berbeda dengan mendaki gunung di mana kita akan menyaksikan pemandangan indah khas pegunungan yang mendinginkan kalbu walau kaki sudah panas, berjalan di kota ruwet kita akan merasakan fenomena masyarakat sebenarnya. Mulai dari macet, polusi, trotoar untuk pejalan kaki yang berubah fungsi menjadi tempat orang berjualan berbagai macam barang atau jajanan.

Sekitar 15 km kami tempuh. Mz Kohan yang sudah berjalan dari pagi nampak lelah, aku masih fit karena baru memulai perjalanan. Ngobrol ngalor ngidul, duduk sana-sini, foto malu-maluin, dan beli jus buah adalah sekilas apa yang kami lakukan di jalan. Aku tak lupa memakai payung yang dibawa mz Kohan. Semakin lama semakin panas. Kadang kami masih menyempatkan posting di facebook. Barulah sekitar pukul 1 siang bendungan Lumpur lapindo mulai tampak. Akhirnya.. sebentar lagi sampai..!

Mz Doifani sebagai tim penjemput sudah menunggu daritadi. Berturut-turut mz Hero dan Tias juga datang. Kami ngeteh di warung pinggir jalan. Mendinginkan tenggorokan, menyelonjorkan kaki. “Naik motor cepet kok jalan,” ejek mz Hero dan mz Dhoi pada kami sambil tertawa riang. “Yee behno, lapo pean nyusul mrene hayoo (biar, ngapain kalian nyusulin ke sini)?!” balasku ga mau kalah. Toh tadi pagi Mz Dhoi juga sempet mau ikutan jalan kaki, hanya saja dia terlambat. Wkwkw…! Kami akan naik ke atas tanggul kalau Mz Wahyu sudah datang. Sekarang kami minum es buah dulu ^_^.

Menjelang ashar mz Wahyu datang, lalu kami naik ke tanggul dengan ditarik biaya masuk Rp 5.000,- per motor. Menyisir sisi barat tanggul Lapindo sudah cukup bagi kami karena jika ingin masuk lebih jauh ke sisi timur harus bayar Rp 5.000,- lagi. Ah tidak!! Cukup di tempat itu kami berhenti, duduk, ngobrol, mengibarkan banner JPers, foto, dan memandangi genangan air dan lumpur. Untung sudah sore jadi tidak terlalu panas, bahkan semilir angin sedikit menyegarkan kami.

Tidak berlama-lama kami kembali ke Sidoarjo dan mampir ke warung nasi belut dan nasi wader. Mz Dadang yang tadinya tidak ikut ke Porong akhirnya menyusul ke Sidoarjo. Ada saja tingkah Hero yang menggelitik sore itu. Dia tidak mau makan nasi belutnya karena tidak ada kecap. Akhirnya ia pergi dulu survival kecap entah ke mana, barulah dia mau makan. Dasar Hero aneh!

“Selamaaaatttt.. anda sukses jalan sampai Porong!” itu yang sempat aku dengar dari mulut mz Hero saat ia menyiramkan segelas teh hangat sisa minumku tadi ke badanku. Ah lagi-lagi dikau mengerjaiku. Tapi terima kasih ya udah mau menjemputku dan mz Kohan. Terima kasih JPers Surabaya. Satu lagi cerita-cerita unik tertulis di diary kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar