Sebenarnya cerita ini sudah berlangsung lebih dari sebulan lalu, tepatnya tanggal 22-24 Januari 2011 dalam rangka jalan-jalan liburan semester. Biasanya aku naik gunung, tapi tidak kali ini. Alasannya masih sama: nggak ada teman cewek yang bisa diajak menikmati rimba. Ahh, sebuah permasalahan yang belum bisa kutemukan penyelesaiannya sampai sekarang. Akhirnya kuputuskan saja untuk ikut acara ini (meski sedikit dipaksa Uyun).
Sabtu menjelang siang kami sudah berkumpul ramai sekali di dalam gerbong KA Logawa. Kami memilih naik kereta karena harga tiketnya relatif lebih murah daripada bus, apalagi kami melilih KA ekonomi yang cocok untuk mahasiswa seperti kami. Kami berangkat berdelapan: aku, Uyun, Cindy, Intan, Yohanes, Mz Suneo, Fajar, dan Mas Hendro. Di Jogja, Wulan yang lebih dulu datang sudah menunggu kami. Hari itu gerbong tempat kami duduk sangat sepi. Hanya ada beberapa penumpang, penjaja makanan yang tidur, dan kegaduhan-kegaduhan yang kami timbulkan. Serasa naik kereta wisata eksekutif saja. Hehe…
Malam pertama di Jogja kami habiskan untuk menikmati pasar malam (sekaten) di alun-alun utara dan jalan-jalan di sekitar Malioboro. Sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan pasar malam, terlalu bising, dan tidak menghibur (setidaknya itu menurutku), karena itu aku memutuskan untuk memisahkan diri dan membeli semangkuk wedang ronde di tempat yang agak sepi. Hangat dan nikmat. Tiba-tiba aku terbawa perasaan lagi, tentang sesuatu di tempat itu beberapa tahun lalu…. Hmm….
Sepulang jalan-jalan bukannya istirahat kami malah mengadakan “konferensi”, membahas daerah tujuan wisata esok hari. Ternyata sebuah perjalanan tanpa perencanaan memang membingungkan. Seolah-olah perjalanan itu tiada artinya. Untung saja pertengahan malam itu sebuah keputusan diambil: carter mobil dan sopirnya untuk pergi ke Candi Borobudur dan Pantai Parangtritis. Senang akhirnya semua menjadi jelas meskipun aku tidak turut serta. Aku memilih jalanku sendiri, yakni ke Purworejo. Ada hal-hal indah di sana yang membuatku ingin mengunjunginya. Maafkan aku yang tak bisa ikut merasakan ketakutan kalian saat berhadapan dengan banjir lahar dingin.
Akhirnya kami pun tetap pulang bersama pada Senin pagi dengan Sri Tanjung yang sumpek. Mungkin memang dasarnya aku ini tak suka keramaian atau apa ya, sehingga lagi-lagi aku memisahkan diri dari teman-teman dan duduk menyendiri. Niatnya sih tidur, tapi lama kelamaan penumpang semakin banyak, dan aku tidak punya kesempatan untuk pindah. Mau tidak mau aku duduk di kursi dengan bermacam-macam orang. Adam mas-mas perwakilan pekerja yang habis mendatangi acara di Bandung, ada ibu muda dengan bayinya, ada wanita setengah baya yang mencintai profesinya, dan ada kakek yang hendak mengantar cucunya ke Sidoarjo. Asiknya lagi aku terlibat banyak pembicaraan dengan mereka. Semoga keberbauran membawa diri ini kepada ilmu dan manfaat.
“Rek, aku pulang, Assalamualaikum,” kataku sambil melangkah ke dalam angkot yang akan membawaku pulang ke Sidoarjo. Kami berpisah dengan senyum dan kenangan yang terajut sejak dari stasiun Wonokromo, Jogja. hingga ke Wonokromo lagi. Aku akan merindukan saat-saat itu lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar