Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang-jurangmu
aku datang kembali
ke dalam ribaanmu, dalam sepimu, dan dalam dinginmu
....
(Soe Hok Gie)
Bait pertama puisi Soe Hok Gie yang berjudul Mandalawangi-Pangrango di atas agaknya tepat jika saya bacakan di Mandalawangi. Gie telah menginspirasi saya untuk menjejakkan kaki di sana. Bersama kawan.. Bersama malam....
Seperti senja itu, Sabtu, 27 Juni 2009 ketika saya dengan dua orang teman berlari-lari kecil di setapak dari puncak Pangrango menuju Mandalawangi. Seperti anak kecil yang berlarian dan disuruh berebutan ice cream. Di antara bunga-bunga abadi kami melangkah, disambut sepoi angin yang telah merindukan tawa kami, tawa anak manusia yang mencintainya sepenuh hati. Di hamparan luas itu beberapa tenda telah berdiri. Di dalamnya mungkin beberapa manusia sedang bercengkerama, tertawa, bahkan saling bercerita bagaimana hutan Pangrango yang gelap, melelahkan, namun seolah memberi kenyamanan bagi siapa yang melaluinya dengan rendah hati. Aku datang Mandalawangi, aku datang dengan cinta. Dan kau sambut aku dengan senyum paling indah. Walau hanya 15 menit aku di sana tuk menemuimu, tapi ku tahu aku tlah jatuh cinta. Setidaknya aku pernah menemuimu walau sebentar.
....
kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah Mandalawangi
kau dan aku tegak berdiri
melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin
....
(Soe Hok Gie)
Mandalawangi adalah alasan utama saya mendaki Gunung Gede - Pangrango. Bukan Cibodas dengan hangatnya warung Mang Idi, bukan Cibereum dengan deras air terjunnya, bukan Kandang badak dengan kehangatan malamnya, bukan pula Surya Kencana dengan keindahannya yang sering dielu-elukan para pendaki. Aku untuk Mandalawangi. Sore itu saya begitu bersyukur. Terima kasih, Tuhan.
Matahari telah sempurna kembali ke peraduannya ketika kami bertiga perlahan beranjak meninggalkan Mandalawangi. Kembali ke Kandang Badak karena di sana dua orang teman menunggu kami untuk bergabung dengan mereka. Percayalah, pertemuan singkat ini begitu berarti.
Sepi telah menjeratku di antara akar-akar yang garang
Membayangiku dengan ketakutan dan keraguan
Hanya ada teman
Serta TUHAN
Yang menjadikan malam menjadi nyaman
Dan Ia telah memberikan senyuman
Lewat selirit bulan sabit yang dijadikan-Nya terang
(Gunung Pangrango 27 Juli '09)
lagi search tentang mandalawangi dan bertemu dengan blog nurul.. subhanallah.. :)) ingin juga rasanya kesana nurul... -dena.
BalasHapusBagus deh kalau dena suka :)
BalasHapusAku juga sangat suka dg lembah mandalawangi
pengen banget ke sana lagi