23 Agustus 2010

Pesona Gunung Welirang - Arjuno


Foto-foto lain bisa dilihat di sini.


Sekadar menoleh sedikit ke belakang, meruntut memori yang semakin hari semakin tertutup oleh peristiwa-peristiwa baru. Mencecap kembali wangi persahabatan yang dulu semerbak di bawah perdu pinus lalu tertiup semilir, berbaur dengan wangi edelweiss di puncak itu.

JPers dan Natrek
Kisahku ini dimulai tanggal 17 dan berakhir tanggal 20 Mei 2008 silam. Kira-kira sudah dua tahun yang lalu, tapi kenangan itu masih sering sekali berkelebat di hari-hari sepiku. Membuncahkan rindu untuk segera kembali beradu dalam dingin lembah kidang, lembah sunyi dengan hutan-hutan menjadi selimutnya.

Bersama seorang teman dari Jogja, dua orang teman dari Sidoarjo, dan enam orang dari Jakarta, aku mulai pendakian. Itu adalah pendakian ketigaku di gunung tersebut, tapi posisiku pada dua pendakianku sebelumnya masihlah seorang yang baru kenal gunung, belum tau banyak, dan tidak bisa bercerita banyak. Berbeda dengan pendakian kali ini, aku seperti menemukan jiwaku, kesenanganku, juga pengalaman yang teramat mengesankan yang dapat aku bagi kepada orang lain.

Perjalanan ini dimulai tanggal 17 sore dari Pos Pak Tompul dan bermalam di Kokopan (Pos II). Tujuan awal kami sebenarnya adalah Pondokan agar dini hari nanti bisa mengejar sunrise dari puncak Welirang. Namun, apa daya, kelelahan yang diakibatkan jalanan makadam itu memaksa kami beristirahat panjang. Hari pun sudah menjadi gelap dan dingin. Mendaki di malam hari tentu tak akan mengasikkan. Pesona sekitar tersembunyi dalam gelap serta minim oksigen karena di malam hari pepohonan mengeluarkan karbondioksida. Jadilah malam itu kami menikmati Kokopan dan gemerlap kota di bawah sana.

Hari kedua kami segera beranjak ke Pondokan. Target hari ini adalah puncak Welirang agar esok hari bisa ke Arjuna. Masih kuingat hari itu tenggorokanku serasa dikerontangkan terik matahari. Kurasa pepohonan mulai tak rapat dan jalan makadam semakin panjang. Sungguh berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya ketika aku ke sana: belum ada macadam di jalan menuju Pondokan. Jalanan itu dulu masih setapak di antara banyak pepohonan dan rimbunan, becek kalau hujan, dan kering saat kemarau. Hutanku saying hutanku malang.

Sekitar pukul 14.00 sore kami tiba di Pondokan (Pos III). Syukur kami panjatkan kepada Pemilik Alam. Lalu dengan beberapa cemilan, air minum, dan senter kami bergegas ke puncak. Berharap tidak kemalaman di jalan dan bisa kembali dengan selamat. Lelah menggelayuti tubuh kecilku. Setiap tanjakan terasa sangat berat kulewati hingga seorang teman harus rela menjadi korban untuk menarikku. Maaf ya…. Jengkal demi jengkal terlampaui, kami semakin dekat dengan puncak berasap belerang itu. Beberapa pendaki sudah mulai turun, tapi kami masih saja terus mendaki. Sedikit lagi sampai, itu yang ada di benakku. Dan entah mengapa sebuah kekuatan besar tiba-tiba datang dan dapat membuatku berlari mengejar puncak itu. Kugapai pucak Welirang dengan sempurna bersama teman-temanku. Subhanallah.

Mengabadikan setiap momen sudah menjadi ciri khas pendaki. Apalgi yang dapat kami ambil selain bingkai kenangan yang dapat kami lihat kembali di masa mendatang. Sungguh indah puncak itu, apalagi ditambah luberan warna senja yang membias ke dalam kawah, pasir, dan bebatuan. Mahakarya luar biasa dari Maha Indah.

Hari ketiga, sebelum subuh kami sudah siap merealisasikan impian berada di puncak Arjuno. Sempat tersasar ke arah kanan dari setapak yang menuju Lembah Kijang. Untung ada pendaki lain yang memberitahu kami arah jalan yang benar. Fisik kami sudah demikian terkuras malam tadi. Tidur yang hanya sesaat itu tidak mampu mengembalikan stamina seperti semula. Kalau bukan karena indahnya pesona Arjuno sepanjang perjalanan mungkin kami urung ke sana. Bebungaan putih terhampar di riuhnya pohonan, kabut putih berpamitan seiring datangnya sinar pagi, langit membiru ceria menyemangati kami. Perlahan tapi pasti, dan akhirnya puncak itupun dapat kami sambangi. Kami berbagi haru dan ceria bersama pendaki-pendaki lain. Tak lupa memotong pesonanya agar dapat kumasukkan saku sebagai cinderamata pelipur rindu.

18 Agustus 2010

Kompetisi "Aku Cinta Indonesia"



Sejak awal Agustus lalu saya semangat sekali mengikuti kompetisi Aku Cinta Indonesia (ACI) yang diadakan Detikcom. Saya mulai coba-coba mendaftar sesuai dengan ketentuan yang diajukan. Dari kegiatan ini ACI mencari 33 tim (masing-masing dua orang) untuk menikmati pesona wisata di beberapa tempat di Indonesia kemudian membagikannya dalam bentuk tulisan dan foto. Bagi tim dengan pengalaman paling menarik akan memenangi uang tunai 100 juta rupiah. WOW!

Syarat yang diajukan ACI tidak menyulitkan pendaftar. Dalam hemat saya mungkin ACI-lah yang kesulitan menyeleksi lebih dari 10.000 pendaftar. Itu berarti ACI membaca satu persatu form pendaftaran peserta, dan itu pasti repot sekali. Salut! Dari sekian banyak pendaftar ACI menyeleksi menjadi 1000 semifinalis, lalu 500 finalis, dan kemudian 66 pemenang. Ke-66 pemenang inilah yang akan keliling Indonesia GRATIS (enak kan).

Alhamdulillah sekarang saya sudah masuk dalam 500 finalis ACI. Karena domisili saya yang jauh dari Jakarta dan sekitarnya, saya tidak perlu mengikuti wawancara, tapi sebagai gantinya saya diwajibkan untuk mengirim video berdurasi lima menit yang berisi cerita singkat tentang diri saya, alas an mengapa cinta Indonesia, dan mengapa pantas untuk dipilih sebagai pemenang. Dan tadi saya sudah membuat rekaman videonya lhooo dibantu mas Kohan dan mas Wahyu. Aneh, lucu, ga jelas, dan ditertawai orang. Walah dalahhh…! Hihi..

Video itu belum dikirim ke ACI, masih di tangan mas Kohan untuk diedit. Tapi hatiku sudah berharap-harap cemas. Siapa sih yang tak ingin keliling Indonesia gratis lengkap dengan akomodasi dan uang saku? Harus menulis pengalaman? Wah bukan masalah, saya justru senang bisa berbagi banyak hal kepada pembaca. Semoga keinginan itu bisa terwujud. Semoga saya bisa masuk dalam 66 pemenang ACI dan berwisata gratis. Lebih beruntung lagi kalau saya dapat memenagi uang tunai 100 juta rupiah. Hehe… Mohon doanya teman-teman.

Terima kasih kupersembahkan untuk:
  1. Allah SWT yang Maha Berkehendak
  2. Mas Kohan dan Mas Wahyu yang mau membantu take video padahal pada lemes lagi puasa.

16 Agustus 2010

Malam-malam Kita


Setiap perginya senja, rindu-rindu segera datang menggantikan indahnya. Bayangmu enggan pergi bersama senja padahal gelap segera mengaburkanmu seiring lunturnya warna-warna terang yang melumuri tetembok dan tiang listrik.
"Bayanganku terperangkap di sayu matamu, memanjang waktu," bisikmu padaku ketika itu.

Malam menua bersama keheningannya. Sayang kelebat mimpi tak mampu bawa aku lebih lelap. Bayangmu kian nyata, mengajakku menyusuri setapak masa lalu, pada malam-malam kita yang sempurna.

Dago, tengah malam, Agustus 2009 :
Tanpa kata, hanya langkah, juga genggaman tangan. Pun tak ada tempat untuk penjaja bunga. Tak terasa kita berada setahun setelahnya.

Ranu Kumbolo, 20.00 WIB, Desember 2009:
Apa yang lebih nikmat dibanding pedasnya kentang goreng campur yang kita masak berdua? Di pintu tenda yang menjadi dingin, angin malam berbisik iri. Dan kita semakin larut dalam pembicaraan hangat yang tak ingin aku lupakan.

Cemoro Lawang, Bromo, Juni 2010:
Desa yang berkelilingkan bebukitan itu tahu kita sama diam di teras rumah samping jalan. Selalu tanpa kata seperti malam-malam sebelumnya. Hanya gemeretuk gigi menahan gigil berbaur dengan renyahnya kacang goreng sedikit ramaikan malam kita. Mungkinkah waktu itu hatimu seperti hatiku?
"Tunggu aku ya..," begitu katamu.


...........


:: Sebuah pelukan, kecupan di kening, dan isakan tangis pada malam di Juli itu akhiri jumpa kita tahun ini ::


Aku percaya senja selalu hadirkan malam-malam sempurna untuk pencintanya, juga untukmu kekasihku.

Kemping Bareng Kru Jejak Petualang Trans7


Foto-foto bisa dilihat di sini.
Ranupani yang berselimut kabut
Bisa dikatakan terlalu malam kami memulai perjalanan itu. Janjian sejak sore, tapi pukul 20.00 baru berangkat dari Sidoarjo. Kami berangkat berenam (Nurul, Mas Kohan, Mas Doi, Mas Udin, Mbak Vita, dan Om Wea) dengan empat motor dan tiba di Ranupani empat jam kemudian. Karena dibonceng, aku dapat menikmati indahnya malam itu, meliuk di jalanan terjal dengan jurang di kanan dan kirinya. Melelahkan memang, tapi mataku senang. Kilau bulan 14 lumuri dedaunan. Bukit-bukit nampak begitu jelas, dan awan-awan menyebar di atasnya seperti semburat sinar fajar yang muncul di balik bukit. Sungguh indah. Begitu sampai di Bantengan kami berhenti sejenak sekadar untuk memanjakan mata, menikmati lembah-lembah tak terjamah yang disergap halimun, seperti lautan awan yang sering kulihat dari puncak gunung. Menakjubkan. Saat kami baru mulai memacu kendaraan, gambaran sama terlihat begitu indah di depan mata. Halimun itu menutupi lembah Ranupani, sayang tak tertangkap kamera. Kami semakin mendekat dan berbaur dengannya di tanah Ranupani. Ranupani yang berselimut kabut.

Sabtu, 25 Juli 2010


Kata mana harus kupilih untuk gambarkan keelokan bumi Tengger? Hutan-hutan itu tak pernah lelah bagikan damai kepada pencintanya. Keselarasan masyarakat Tengger dengan alamnya pun tak sanggup kuceritakan dengan sempurna. Aku selalu terpesona pada tiap jengkal tanah yang aku lewati. Ada kekaguman juga kenangan. Bagaimanapun bumi Tengger adalah permulaan cintaku. Ada sahabat, teman, juga kekasih. Dan kini aku mengulanginya lagi, untuk kesekian kali, membaca kelebat-kelebat kenangan, membaca tanda-tanda alam. Suara-suara burung makin jarang kudengar, monyet-monyet tak kulihat bergelantungan di sisi jalan, kemanakah kalian? Aku sungguh khawatir. Tuhan, jagalah bumi indah ini selalu dalam keangkuhannya kepada hati yang mati, ramahkanlah ia pada jiwa yang suci. Amin.

Sore hari kami tiba di Ranu Kumbolo. Keceriaan kawan menambah senang hatiku. Ada Mz Hero, Mz Cempluk, Mz Tovik, dan Mz Faries yang telah datang sehari sebelumnya demi bisa mengikuti rangkaian acara yang diadakan oleh Jejak Petualang Trans7: upacara kemerdekaan dan game seru untuk peserta dan kru JP. Mungkin kami berenam memang terlambat datang, tapi adakah kata terlambat itu berlaku untuk pertemanan? Tenda kami yang tepat berada di sisi kiri kru JP memungkinkan kami saling bertegur sapa dan bercanda. Bahkan presenter JP yang banyak disukai orang itu nemplok di teras tenda kami, menghabiskan buah apel dan pir yang kubawa tadi, juga ada yang minta dimasakin mie instan plus telor ceplok. Dan di sore itu juga aku dan mas Kohan dapat kaos dari JP. Kaos sisa sih, tapi tak apalah, kan teman-teman lain yang telat nggak dapat bagian. Hihi…. Beruntungnya aku.

Kukira malam ini akan dingin seperti malam-malam sebelumnya yang kulalui di sini. Nyatanya tidak. Angin berhembus sepoi-sepoi tebarkan wangi rumputan yang basah embun. Aku tak setenda dengan teman jalan tadi, tapi aku bergabung dengan teman-teman yang sudah duluan datang. Setenda berlima, kami bernostalgia tentang Merbabu dan Penanggungan. Itu seperti reuni. Sampai entah pukul berapa kami masih saja ngobrol ngalor ngidul. Sangat hangat.

Minggu, 26 Juli 2010
Pagi itu JP Community dan JP Trans7 duduk bersama. Perbincangan mewakili dua pihak ini semakin memperjelas bahwa JP Comm adalah bagian dari JP Trans7. Kami semakin akrab di situ, tak terlalu serius, malah candaan-candaan mengalir begitu ringannya. Kalau tidak karena hujan turun mungkin kami masih betah di situ. Hujan bubarkan kami dan dengan sigap kami lari ke tenda masing-masing.

Foto-foto sudah, minta tanda tangan sudah, ngobrol bareng sudah, menikmati kabut sudah, sekarang waktunya pulang. Packing… packing….!!! Logistik memang sudah habis diserbu teman-teman, jadi beban di kerilku berkurang, tapi yang menyebalkan sekarang ada tambahan baju basah. Mas Hero jahilnya nggak ketulungan. Di saat cuaca dingin berkabut begini dia masih saja menceburkanku ke danau. Bbbrrr…..!!


Menyenangkan sekali saat kembali ke Ranupani. JPers dan JP Trans7 jalan beriringan. Tetap saja ada adegan narsis dan candaan di sela gerimis yang sempat turun. Mba Riyanni, Mba Medina, Mba Ncep, dkk baik hati. Cemilan dan minuman pun dibagikan pada kami.


Selepas magrib JPers yang berjumlah sepuluh orang memacu motor kembali ke kota. Kabut sangat tebal di depan mata dan tentunya mengganggu jarak pandang. Jalanan gelap, licin, juga terjal kami lewati perlahan, asal selamat. Tentu saja kami mengakhirinya dengan makan lalapan bebek goreng di Malang, dan pastinya kebut-kebutan menuju rumah tercinta di Surabaya.

Terima kasih untuk:
  1. Allah SWT yang tekah mengijinkan kami menikmati lagi segala keindahan itu,
  2. Teman-teman JPers yang baik hati dan menyenangkan, dan
  3. Presenter dan kru JP Trans7 yang sangat ramah.



Pendakian Merah Putih Gunung Merapi Jogja


Foto-foto bisa dilihat di sini.
Jumat, 15 Agustus 2008

Sesuai rencana trip Merah Putih bareng JPers ke G.Merapi, pukul 22.50 WIB kami berenam: Nurul, Mz Kohan, Mz Hero, Mz Wahyu, Mz Doi, dan Mz Gentong berangkat dari Terminal Bungurasih Surabaya menuju Terminal Giwangan Yogyakarta naik Bus Mira dengan tarif Rp36.000,- perorang. Sebenarnya tim Jatim berjumlah sebelas orang, yang empat orang, yaitu Ayah Mey, Mey, Devim, dan Konde berangkat dari Probolinggo, dan seorang lagi, Mz Tovik, berangkat dari Malang. Kami sepakat bersua di Terminal Giwangan.

Sabtu, 16 Agustus 2008
Di dalam bus aku sempat menulis ini:
Tahukah engkau kawan
Aku di sini
Dalam sebuah ruang yang bergerak maju
Angin malam menerpaku, kurasakan dingin
Hanya tawa teman seperjalanan memberi hangat di hati
Kawan…
Senyumku mengembang saat kutahu jarakku denganmu semakin berkurang
Dalam hentakan-hentakan ricuh bayangmu muncul perlahan
Saat itu akan segera tiba…
Ingin rasa kupacu mesin ini lebih cepat
Agar lebih cepat pula ku bersua denganmu
Dadaku bergetar…
Hatiku deg-degan…
Oh kawan…
Ternyata aku telah sangat merindukanmu
(Bus Mira, 16 Agustus ’08, 02:03 WIB)

Pukul 04.35 WIB tim Surabaya tiba di terminal. Hmmm… Jogja I’m coming..!! Hatiku deg-degan lhoo…!! Kami menunggu tim Jatim yang lain dan Mz Eko JPers Jogja yang akan menjemput kami di Musholla sembari beristirahat. Tidak lama kemudian Mz Tovik datang, sejam kemudian disusul tim Mba Devim. Kami tinggal menunggu Mz Eko untuk menuju ke Selo. Kami sarapan dan mutur-muter dulu di sekitar terminal dan akhirnya nyangkut di pasar, hihihi….

Menuju Selo
Pukul 09.32 WIB kami, tiga belas Jpers, naik bus jurusan Magelang turun di Blabak @ Rp 7.000,- dan tiba di Blabak pukul 10.55 WIB. Tiba di Blabak kami tidak langsung melanjutkan ke Selo. Teman-teman sedang berusaha mencari kendaraan dengan tarif yang tidak terlalu mahal untuk mengangkut kami ke Selo. Pukul 11.45 kami melaju ke Selo nyatar lyn Rp 175.000,-, sempat terkendala masalah transportasi ke Selo, tapi bisa diatasi dengan mudah, jadi kami bisa tiba di Selo pukul 13.00 WIB dan membayar retribusi sebesar Rp 4.000,-/org. Di sana sudah ada Mz Cempluk dan seorang temannya.

Lomba Untuk Bocah-bocah Selo

Sesuai titah Komandan Obie, karena kendala yang dialami tim Jakarta selama di perjalanan menuju Jogja, kami yang sudah tiba di Selo segera membuat beberapa perlombaan untuk adik-adik di desa Selo. Ada tiga perlombaan: makan kerupuk, memindahkan kelereng dengan sendok, dan memasukkan paku ke dalam botol. Walaupun sangat sederhana ternyata mereka benar-benar antusias, mereka adik-adik kecil yang lucu dan lugu berebut mendaftarkan diri dan temannya dalam perlombaan. Perlombaan pun berjalan dengan meriah walaupun ada yang menangis karena kalah, hihi.. itulah anak-anak..!

Setibanya Tim Jakarta
Sudah sangat sore ketika tim Jakarta tiba di Selo. Kami teman seperjalanan ini sudah sangat khawatir, dan adik-adik desa Selo yang lugu ini sudah ribut menanti hadiah yang dijanjikan Komandan Obie. Perlahan tapi pasti… bus itu mendekat, adik-adik bersorak bahagia. Hmmm…. Prosesi pembagian hadiah dimulai. Semua anak, mulai dari yang juara sampai yang kalah, mendapat hadiah dari Komandan. Kalau melihat muka-muka lugu itu, hmm.. damainya hati ini..

Pendakian-- Pasar Bubrah
Pukul 19.30 kami mulai pendakian dari New Selo. Banyak pendaki-pendaki dari daerah lain yang telah berangkat duluan, yang belakangan juga banyak. Trek Merapi diawali dengan jalan setapak berdebu di samping ladang-ladang penduduk. Ramainya pendaki yang naik ternyata unik juga, apalagi pas ada tanjakan yang lumayan berat, wah.. antri deh. Ada juga trek berpasir seperti pasir Semeru, kemudian didominasi trek berbatu yang semuanya menanjak sampai Pasar Bubrah. Mendekati Pasar Bubrah kami mendaki Puncak Semu, treknya bebatuan lepas tapi masih lumayan enak dipijak disertai angin yang sangat kencang dan juga kabut. Pukul 23.30 tibalah kami di Pasar Bubrah lalu mendirikan tenda terus Zz…ZZzz….

Gerhana Bulan
Seperti kabar dari teman-teman di milist, memang benar malam itu terjadi gerhana bulan. Tapi karena angin malam sangat kencang dan dingin aku cuma sesekali mengintipnya dari balik tenda. Aku setenda dengan mas Cempluk, mas Arief, mas Bagas, dan mb Shanty. Di dalam tenda kami bercanda dan bercerita banyak hal. Inilah pertemanan yang hangat. Purnama total menjelang pagi, dan itupun kata teman-teman. Saya tidak tahu. Saya tidur sangat lelap.

Sunrise Pasar Bubrah
Hmm..tak terasa, pagi datang begitu cepat. Di luar sudah ramai teriakan-teriakan tak jelas. Aku pun segera membuka jendela tenda, dan wowwww….!! Langit jingga merekah di ufuk timur, sunrise akan segera muncul menyapa kami. Teman-teman langsung hunting foto dari segala penjuru yang dianggap strategis. Seperti biasa, aku hanya jadi foto modelnya (hehe). Dari punggungan bukit sebelum Pasar Bubrah kami nikmati sunrise. Subhanallah… indahnya… Di sebelah timur kulihat langit yang memerah jingga dan bintang itu memancar perlahan menghangatkan bumi Merapi, jurang-jurang Merapi yang menghijau lumut dan nampak dingin terbias sinar yang perlahan menyapanya. Sebelah Utara tampak Gunung Merbabu sejelas-jelasnya, dataran tinggi yang berselimut awan, juga Telomoyo. Nun jauh di sisi barat ada G. Sindoro - Sumbing. Sebelah Barat:. Di sebelah selatan Ada Puncak Merapi berbatu yang memanggil-manggil untuk segera dicumbu.

Puncak Garuda
Selepas menikmati sunrise yang hangat rombongan kami segera bersama-sama melangkahkan kaki ke gundukan batu yang di sana terdapat puncak garuda. Tak lama menuju ke sana, hanya saja kami harus mengantri. Maklum di saat seperti ini ratusan pendaki pasti ingin mengibarkan sang saka dari ketinggian. Antrian tak hanya dari orang-orang yang mau ke puncak, tapi juga dari orang-orang yang mau turun dari puncak. Jalanan berbatu itu sungguh menjadi lebih berdebu.
Rencana awal kami akan mengadakan upacara bendera, tapi tidak di puncak. Jadi di atas kami hanya mengabadikan momen-momen berharga yang belum tentu terulang lagi. Kami panjati batuan, kami pandangi semesta, kami bisikkan syukur, juga doa agar bumi persada ini tetap damai makmur sepanjang masa.

Upacara Bendera bersama Metro Tv

Di puncak kami tak lama, mungkin hanya satu jam. Kami bergegas turun ke pasar bubrah dan segera memulai upacara kemerdekaan sebelum siang datang dan para pendaki lain turun. Tidak disangka ada rombongan Metro Tv yang juga mendaki dalam rangka memeriahkan hari kemerdekaan. Maka kedua belah pihak saling bekerja sama. Upacara disiapkan sedemikian rupa mulai dari pembukaan, acara inti, pengibaran sang saka merah putih, juga nyanyian lagu kemerdekaan. Meski pada saat latihan terjadi beberapa kesalahan, waktu peliputan upacara sungguhannya nampak begitu khidmat. Puluhan orang berkumpul di pasar bubrah dan menancapkan betul Indonesia Raya di dadanya. Sangat khidmat.

Kembali ke Jogja
Gunung Merapi usai kami daki. Sampah-sampah yang kami temui di jalur pendakian sudah kami punguti. Segera setelah mandi dan bersih-bersih kami naik bus carteran yang dipakai teman-teman Jakarta menuju ke Jogja. Rencananya kami akan bermalam di Jogja, lalu esok harinya jalan-jalan sebentar. Di dalam bus yang terdengar hanya dengkuran orang-orang. Rupanya sebagian besar sudah tidur karena kelelahan. Aku pun ikut tidur. Tak lama kemudian tiba-tiba bus berhenti dan orng-orang ramai. Aku dah was-was ada apa gerangan, alhamdulillah hanya ban yang kempes. Kami yang tidak tahu menahu permasalahan ban dan sejenisnya hanya menunggu sambil bercanda. Setelah semuanya beres kami segera melanjutkan perjalanan ke Jogja.

11 Agustus 2010

Menentukan Waktu Salat di Eropa Utara


Bismilaah…
Semoga saya tidak salah dalam menulis sedikit tentang hal ini. Saya baru belajar perihal menentukan waktu shalat di Eropa Utara dan berusaha mendalaminya karena saya dihadapkan pada permasalahan yang membuat saya bingung.

Juli lalu teman dekat saya terbang ke Copenhagen, Denmark. Awalnya ia mengikuti waktu salat daerah setempat, tapi lama kelamaan ia bingung karena saat itu pukul lima pagi matahari sudah tinggi dan baru terbenam sekitar pukul sebelas malam, bahkan kadang sampai pukul dua belas malam. Lalu ia bercerita pada saya, dan saya menyarankan untuk mengikuti waktu salat yang telah saya tetapkan untuknya dengan mengikuti waktu salat daerah ekuator yang sebujur dengan daerah di mana dia berada. Daerah-daerah yang membujur dari kutub utara sampai kutub selatan memiliki waktu yang sama, jika pukul 05.00 ya semua daerah itu pukul 05.00 walaupun ada perbedaan di gelap dan terangnya.


Mulanya ia bingung. Sama, saya juga bingung. Tapi saya sudah mempersiapkan hal tersebut jauh hari sejak jadwal keberangkatannya ditentukan. Ide itu muncul ketika saya ingin membantunya menetapkan waktu salat. Allah mengingatkan saya mengenai bukunya Bapak Agus Mustofa Tahajud Siang Hari Dhuhur Malam Hari yang pernah saya baca waktu SMA. Kebetulan dulu Bapak Agus Mustofa pernah datang ke sekolah dan menjelaskan maksud isi buku tersebut.

Kata Bapak Agus Mustofa, “Kita harus proposional dalam menyikapi waktu. Sebab, sebenarnya waktu berjalan bukan karena pergerakan matahari dan bulan. Matahari dan bulan hanya berfungsi untuk ‘menandai’ pergerakan waktu. Yang menjadi substansi adalah pergerakan waktu. Bukan pergerakan matahari ataupun bulan.” Dengan kata lain, sebenarnya kita bisa saja mengukur pergerakkan waktu dengan tidak berdasar pada pergerakan bulan dan matahari. Di zaman modern ini, jam adalah pengukur waktu yang bersifat universal. Di manapun Anda berada jam kita akan berputar dengan durasi yang sama. Bahkan kita bisa menyesuaikan dengan kondisi setempat.

Singkat kata waktu itu Bapak Agus Mustofa memberikan tiga solusi dalam menghadapi hal tersebut. Pertama, mengikuti pergerakan matahari seperti yang dicontohkan Rasulullah. Kedua, menggunakan acuan waktu berdasarkan daerah yang sebujur di ekuator. Ketiga, mohon maaf saya lupa. Dari ketiga hal tersebut saya memilih yang kedua karena lebih fleksibel. Begitu pula jadwal imsak di Ramadan ini untuknya.

Untuk teman saya itu, saya berusaha menetapkan waktu salatnya dengan bantuan waktu salat di daerah Afrika dan peta online. Copenhagen, Denmark insya Allah sebujur dengan Gabon, Norway sebujur dengan Nigeria, Sweden sebujur dengan Kongo, timurnya lagi sebujur dengan Republik Demokratik Kongo, dan terakhir St.Peterburg sebujur dengan Uganda. Insya Allah. Dari situ saya membuat daftar jadwal salat sesuai masing-masing daerah. Sebenarnya bukan membuat sih, tapi lebih kepada menyampaikan informasi kepada yang bersangkutan sesuai waktu daerah ekuator sehingga dia tinggal menggunakan data yang saya kumpulkan.

Menurut saya sebenarnya di zaman sekarang, kita tinggal melihat jam untuk menentukan waktu salat, mengingat sudah adanya kesepakatan waktu antarwilayah di belahan dunia ini, dan sama dengan daerah yang sebujur. Jadi, untuk menentukan waktu dzuhur ya kira-kira dimulai pukul 12 waktu setempat. Kalau imsak mengukurnya bagaimana? Bahaya kalau kelewat. Berarti kita harus mau mengakhiri sahur sedikit lebih awal, jangan mepet dengan waktu subuh. Insya Allah.

Inilah kemudahan yang ditawarkan Islam. Janganlah merasa Islam tidak cocok untuk daerah selain tropis. Islam itu fleksibel selama dalam menjalaninya kita memang benar-benar ingin menghadapkan diri kepada-Nya. Allah sudah menyiapkan jawaban atas hal-hal yang tidak kita ketahui di dunia ini. Pelan-pelan rahasia-rahasia itu mulai terbuka dan membuat kita terpesona.

Meski begitu saya takut salah juga. Waktu-waktu yang saya sampaikan ternyata juga dipakai oleh teman-temannya. Lha kalau saya salah bagaimana? Dosa-dosanya lari ke saya semua dong? Astaghfirullah... Semoga Allah Yang Maha Berilmu berkenan memberi ampunan atas keterbatasan kami, memberi petunjuk atas kebingungan kami, serta menambahkan ilmu kepada kami atas hal-hal yang belum kami ketahui. Amin.

Silakan baca kasus yang sama.

Sumber tambahan yang mungkin bisa menjelaskan lebih dalam :
  1. Islamic finder
  2. Blog Azwarti