31 Januari 2011

Eksotika Sungai Kapuas


Seingat saya, dulu waktu SD, bu guru mengatakan kalau Sungai Kapuas adalah sungai yang terpanjang di Indonesia. Lalu saat SMP, guru Geografi saya juga pernah bilang sesuatu tentang Kapuas, kira-kira begini, “Kapuas itu lebar sekali, seberang tepinya saja hampir tidak terlihat”. Dan kini saaatnya saya membuktikan sendiri perkataan-perkataan itu.
Yap, setelah berjam-jam bergoyang-goyang di dalam mobil melewati jalanan rusak Sintang-Putussibau, sampailah kami di Suhaid. Di sini kami harus berganti alat transportasi dari mobil ke speed boat. Tujuan kami adalah Desa Teluk Aur yang berjarak +/- 90 km dari sini dan hanya bisa ditempuh selama 2 jam dengan speed boat 40 Pk.
Saya senang, setelah beberapa hari di Kalbar akhirnya bisa berhadapan langsung dengan Kapuas. Namun jujur sebenarnya saya takut. Permukaannya yang bergelombang menunjukkan bahwa arusnya begitu deras dan dalam. Saya tidak membayangkan bila tercebur ke sana. Akankah saya masih bisa selamat? Belum lagi guide saya bercerita pernah ada yang hanyut dan jasadnya tidak ditemukan, saya semakin takut. Ngeri!! Toh akhirnya saya tetap melangkah ke dalam speed boat, meski dengan menggunakan pelampung, dan segera berpegangan erat, berdoa, dan berharap semuanya akan aman dan lancar.
Tegang… Saya tegang saat boat mulai bergerak ke tengah sungai. Semakin lama kecepatan pun semakin ditambah. Boat bergerak kadang di tengah sungai, kadang sedikit menepi, kadang pindah ke tepi yang lain. Saya bingung kenapa tidak lurus saja, bukankah lebih aman. Dan ternyata di sungai pun ada jalurnya. Sang driver (driver apa motoris ya? Bingung, sopirnya dinamain apa? Hehe…) ternyata tidak main-main. Ia tahu kemana mengarahkan boatnya. Ibarat jalan aspal, sang driver berusaha menghindari jalan yang berlubang. Kira-kira seperti itulah.
Selain mengarungi lebar dan panjangnya sungai Kapuas, kami pun diajak merasakan sensasi berspeedboat di antara pepohonan/ hutan di pinggir-pinggir sungai Kapuas. Hal ini dilakukan dalam rangka potong jalur agar jarak tempuh semakin dekat. Nantinya kami akan bertemu lagi dengan Sungai Kapuas di kelokan yang berbeda. Hutan-hutan itu ternyata sudah ada pemiliknya. Biasanya ada papan nama sebagai tanda kepemilikan.

Selain itu saya juga menemukan fakta bahwa rata-rata penduduk yang tinggal di tepi sungai Kapuas adalah penganut agama Islam, termasuk Desa Teluk Aur yang hendak saya kunjungi. Setelah beberapa hari di Kalbar akhirnya saya mendengar adzan juga. Hiks.. *terharu*. Saya takjub sekali ketika bertemu banyak anak-anak kecil bermain dengan senangnya di tengah arus Kapuas. Alam menempa mereka menjadi anak-anak yang tangguh.
Senja pun ikut mengantar kepergian kami ke timur, ke arah hulu. Saat itu permukaan Sungai Kapuas menjadi berwarna keemasan dan berkilau-kilau. Indah! Sensasi kali pertama membelah Kapuas memang sangat menakjubkan. Ini sungai terpanjang di Indonesia, Kawan!! Tak inginkah kalian mencobanya?

Keluh Masyarakat Dayak Desa



Tempat yang saya kunjungi berikutnya adalah rumah betang Ensaid Panjang. Letaknya di dusun Rentap Selatan. Jalan menuju tempat ini rusak parah dengan kanan kiri perkebunan penduduk dan bukit-bukit. Rumah panjang ini dihuni oleh suku Dayak Desa (“e” pada Desa seperti “e” pada kata depan).

Bentuk rumah betang ini hampir sama dengan betang yang saya kunjungi saat di Pontianak. Hanya saja penghuni rumah ini lebih ramai, mulai dari balita sampai orang tua. Data menunjukkan bahwa rumah ini dihuni oleh 26 KK (105 jiwa). Geliat keramaian penghuni betang ini semakin terlihat di malam hari ketika dua buah televisi yang ada di ujung timur dan selatan rumah betang dihidupkan. Para penghuni rumah bersama-sama menonton acara tv yang mereka sepakati. Biasanya tontonan ibu-ibu adalah sinetron, sedangkan tontonan para pria adalah berita atau bola.
Keramaian semakin terlihat ketika seluruh penghuni betang berkumpul untuk menyaksikan tarian sambutan untuk kami. Penarinya adalah gadis-gadis usia belasan, sedangkan pemusiknya adalah para pria dewasa. Mulai dari yang muda sampai yang tua bergabung menjadi satu, tertawa bersama, dan sebagian memandangi kami seolah ingin tahu. Saya hanya bisa tersenyum karena sebaguan besar dari mereka tidak mengerti bahasa Indonesia. Jika hendak bertanya-tanya saya hanya bisa mengandalkan guide lokal.
Menarik bukan? Lalu apa yang mereka keluhkan? Banyak! Ya, banyak hal yang sebenarnya mereka keluhkan. Hanya saja mereka masih bisa bersabar menghadapinya. Petama adalah masalah listrik. Siapa yang bisa nyaman tanpa listrik? Ketika orang lain di luar sana bisa hidup “terang” kenapa mereka tidak? Untuk menghidupkan dua buah tv dan beberapa bohlam 5 watt mereka harus mengggunakan genset. Sinyal? Jangan ditanya! Saya sudah menggantungkan hp di tiang depan rumah tapi tetap gagal mendapatnkan sebalok sinyal.
Kedua, yakni masalah kelayakan tempat tinggal. Awalnya saya bertanya-tanya mengapa mereka bisa begitu tahan hidup dengan kondisi seperti ini: jalanan rusak, rumah mulai rusak, tanpa listrik, dsb. Ternyata, mereka pun sudah ingin pindah dan membangun rumah baru yang lebih layak tapi oleh pemerintah daerah disarankan untuk tetap tinggal di situ. Keberadaan mereka di situ diharapkan dapat menjaga keutuhan rumah betang agar tetap terawat. Jika rumah betang ini tanpa penghuni maka keadaan rumah akan berubah sebaliknya, dan tentu saja wisatawan akan malas mengunjunginya. Namun, pemerintah daerah tidak banyak membantu masalah renovasi agar rumah betabg tersebut lebih layak huni. Sampai saat ini harapan itu masih tetap sebuah harapan. Harapan orang kecil yang lebih sering –mungkin selalu- disepelekan, entah sampai kapan.

18 Januari 2011

Helm untuk Keselamatan Pengendara



Beberapa hari yang lalu saya mendapati salah seorang teman saya mengeluh di facebook, “Duuhh kenapa mesti pake helm sih!” Lalu saya meninggalkan komentar, “ya gak papa mbak, biar aman”. Dia bales lagi, “Kan sumpeeekk”. Kira-kira seperti itulah perbincangan kami di facebook.
Bagi sebagian orang helm seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dan malah menjadi beban. Alasan mereka tidak lain karena sumpek, pengap, berat, dll. Bahkan salah satu iklan sampo di televisi menggambarkan bahwa memakai helm dapat menyebabkan rambut bergelombang/ rusak. Menyedihkan bukan?
Bagi pengendara motor, helm adalah salah satu aksesoris yang wajib dipakai. Alasan utamanya bukan karena akan ditilang polisi jika tak mengenakannya, tapi lebih mengarah pada safety riding di jalan. Sepandai apapun seseorang dalam mengendarai kendaraan tidak berarti ia akan terbebas dari bahaya kecelakaan lalu lintas. Dan helm adalah salah satu alat safety riding yang dapat melindungi kepala jika terkena benturan.
Saya sendiri jujur lebih suka memakai helm ketika mengendarai motor baik itu di jalan raya (tertib lalu lintas) maupun di jalan biasa (jalan kampung). Bohong? Ah saya tidak berbohong dan ini bukan bualan semata. Helm memberi saya rasa aman ketika berkendara baik dari kecelakaan lalu lintas maupun terik matahari, kaca pada helm membuat mata saya terlindung dari debu jalanan, dan saya merasa lebih keren dengan helm merah yang saya miliki.
Kebetulan saya suka touring dengan motor bersama teman-teman ke beberapa kota di Jawa Timur. Medan yang kami lalui tidak hanya jalan aspal yang mulus, tapi juga lautan pasir Bromo, tanjakan terjal di kaki Gunung Semeru, jalan tanah di kaki Gunung Argopuro, dll. Itu semua kami jalani dengan tetap memperhatikan keamanan berkendara seperti memakai helm. Pernah suatu kali teman saya ditabrak oleh pengendara lain yang ceroboh. Tubuhnya terpental beberapa meter dari kendaraan, dan kepalanya terbentur aspal dengan sangat keras sampai-sampai helm mahal yang dibelinya itu rusak sebagian, tapi dia selamat dan hanya mendapat cedera ringan di tangan.
Bagaimana dengan Anda? Masih enggan memakain helm? Percayalah, helm tidak akan merusak penampilan Anda. Helm justru memberi Anda perlindungan dari bahaya yang mungkin menimpa. Jadi, sedia payung sebelum hujan. Pakailah helm dan Anda akan aman di jalan. Selamat berkendara….

12 Januari 2011

Yuk Aman dan Nyaman di Jalan


Seandainya jalanan adalah sebuah jaringan, maka pengguna jalan adalah sel-sel penyusun jaringan itu. Setiap sel-sel penyusun punya fungsi tersendiri agar kestabilan jaringan tidak terganggu. Begitu juga pengguna jalan. Mereka harus menjalankan fungsinya dengan baik agar kenyamanan di jalan raya tetap terjaga.
“Jalanan adalah pembunuh yang kejam”. Tidak salah kalau banyak orang berpikir seperti itu. Seringkali saya melihat kecelakaan lalu lintas terjadi ketika saya berangkat dan atau pulang kuliah. Kebetulan empat hari dalam seminggu saya harus pulang pergi dengan mengendarai motor ke kampus, sendirian pula. Setiap kali saya melihat kecelakaan, saat itu juga dada saya berdetak sangat kencang. Mungkin ini efek trauma karena saya pernah tertabrak motor yang ngebut ketika menyebrang jalan.
Tidak hanya sekali itu saya tertabrak motor. Pernah ketika saya berangkat kuliah, sebuah motor yang dikendarai anak SMP menabrak saya dari belakang saat saya berhenti untuk mempersilakan penyeberang lewat. Saat itu tidak hanya saya yang berhenti, tapi juga sebuah mobil di depan saya, dan beberapa pengendara motor. Lalu anak itu cuma bilang, “sory mbak, remnya blong”. Uhhh…. Saya sebel banget waktu itu!
Menurut saya jalan raya adalah salah satu ruang publik yang penting bagi semua orang. Semua orang punya kepentingan. Dan salah jika keegoisan masih mendominasi pikiran kita ketika di jalan raya. Safety riding tidak hanya masalah memakai helm, memiliki SIM, dan pandai berkendara, tapi lebih dari itu, yakni menyangkut hormat-menghormati hak dan kewajiban pengguna jalan agar tidak terjadi kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor human error.
Meskipun Anda ahli mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi, bisa salib kanan-kiri dengan metode zig-zag, tapi jika Anda merebut hak orang lain (misalnya menerobos lampu merah), maka akan ada yang tersakiti. Syukur-syukur kalau tidak tabrakan, lha kalau tabrakan? Segala pekerjaan kita pasti akan terganggu. Belum lagi jika kendaraan rusak atau ada yang cedera. Berapa uang yang mesti dikeluarkan percuma?
Aman di jalan itu mudah kok. Bawa semua surat-surat kelengkapan berkendara, biar nggak ditilang. Hehe… Lalu kenakan alat pengaman berkendara seperti helm standard dan jaket karena udara polusi nggak baik buat kesehatan. Cek kondisi kendaraan seperti ban, bensin, dan rem. Terakhir, cek kondisi mental dan pikiran diri sendiri. Lho kok? Orang yang terburu-buru pasti banyak berbuat salah di jalan karena ingin segera sampai di tempat tujuan. Orang yang marah akan melampiaskannya pada jalanan. Orang yang sedih, mungkin akan nyetir sambil nangis dan otomatis tidak konsen nyetir. Jadi, berkendaralah dengan tenang dan nikmati setiap momen di jalan.
Selamat berkendara….