27 Oktober 2011

Mengulang Hari Kelahiran


Hola.. Saat nulis ini, jarum pendek jam masih menunjuk ke angka tiga. Masih teramat pagi buat saya untuk bangun dan memulai aktifitas. Semalam saya tidur lebih cepat, makanya bangun juga jadi lebih cepat. Sebenarnya saya mau salat tahajud, bermunajat mensyukuri banyak nikmat yang Tuhan berikan pada saya, tapi gara-gara lihat si Mac hanya di-sleep hati ini tergoda untuk menuliskan beberapa kata.
Bangun tidur ini sudah ada beberapa SMS, email, dan pesan di facebook  yang berisi ucapan selamat ulang tahun. Sungguh senang. Bila masih ada yang mau mengucapkan selamat ulang tahun padamu artinya masih ada yang peduli dengan kamu. Dan saya sangat bersyukur masih ada yang peduli dengan saya.
Barusan juga suami saya terbangun dan mengecup pipi saya, mengucapkan selamat ulang tahun, dan memeluk saya dengan hangat. (Terima kasih, Cinta. Baru kali ini bisa di dekatmu saat ulang tahun. Tahun lalu engkau masih di Negeri Paman Sam). Lagi-lagi saya bersyukur atas berkah ini.
Lalu apa? Di usia yang ke-22 ini ada banyak impian yang belum tercapai. Tapi saya sedang mencicil untuk menaiki anak tangga kesuksesan itu. Waktu saya semakin pendek. Bayangkan saja, misalnya Tuhan menjatah saya 63 tahun hidup di dunia, lalu dikurangi 22, berarti jatah hidup sa ya tinggal 41 tahun lagi. Masih panjang? Ah tidak juga. Manusia sering lalai dengan umur dan waktu. Semoga saya tidak termasuk di dalamnya.
Permintaan saya sangat banyak kepada Tuhan. Saya ingin punya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, ingin bisa menjadi guru yang baik, menjadi anak yang lebih berbakti lagi pada orang tua, ingin menjadi orang yang bermanfaat, dan saya ingin resolusi kehidupan saya yang telah saya bikin listnya segera tercapai. Tak lupa, saya pun ingin berakhir dengan kepuasan, kelegaan, dan kebahagiaan menghadapi kehidupan akhirat. Ah sebetulnya masih banyak doa yang tak tertulis. Tuhan tahu apa yang saya butuhkan, dan Tuhan tahu kapan harus mengabulkan doa saya. Oh iya, semoga Tuhan juga melanggengkan persahabatan saya dengan Lailatul Maghfiroh, Anis Masitoh, Topan Ari, Wahyu Lukman, dan Tri Handoko. Aamiin.
Yap.. Hari ini adalah hari ulang tahun saya. Hari yang membuat saya lebih banyak mengingat dan bersyukur. Esok harus lebih baik. Insya Allah. Selamat ulang tahun, Nurul. Selamat ulang tahun untuk diri sendiri. J

26 Oktober 2011

Idealisme Kampret


Judul postingan saya itu hasil jiplakan. Judul ini pernah dipakai oleh seorang teman untuk menceritakan cinta di blognya. Sekarang giliran saya, tapi tidak untuk membicarakan cinta. Memang ya idealisme itu kadang menyebalkan. Tapi saya juga tidak bisa menyebut itu idealisme. Saya ragu.
Syahdan, tibalah saatnya bagi mahasiswa untuk mencari tampat PKL. Benyak mahasiswa yang sudah mulai memilih-milih mau ber-PKL di mana. Ada yang di Jawa Pos, JTV, Radar Surabaya, Sindo, Arek TV, SBO TV, dsb. Namun semua itu menjadi percuma karena dosen koordinator PKL tidak masuk beberapa minggu. Buntu. Beberapa mahasiswa mulai melobi media massa melalui ‘orang dalam’, termasuk kelompok saya karena ada salah satu anggota kelompok yang punya teman di JTv.
Tiba waktu pertemuan di Graha Pena hari Minggu. Pukul 11.00 siang, yang juga jam pertemuan, saya masih di kamar, mengotak-atik hp yang menyambungkan saya dengan internet. Saya tidak datang. Dan ketika ditanyai kapan bisa kumpul untuk membahas hal tersebut, saya menjawab, “aku ga jadi ikut, aku mau cari tempat PKL lain”. Keputusan ini sempat merisaukan saya beberapa hari sebelumnya.  Benar atau salahnya keputusan ini tak bisa saya tentukan sekarang.
Di mata orang lain saya akan terlihat bodoh. Sudah ada jalan yang teramat mudah untuk saya bisa ber-PKL di JTV, saya malah mangkir, mencari jalan yang sulit di tempat lain yang belum tentu menerima. Di saat saya masih mencari, mereka sudah mulai bekerja. Saya punya dua alasan untuk menjawab kebodohan saya itu.
Pertama, hati saya tidak mengatakan “Ya” untuk program kerja yang ditawarkan. Saya ingin sekali magang sebagai wartawan ataupun editor. Kalau saya mau di JTV, saya hanya akan bekerja untuk satu program yang tayang seminggu sekali. Keinginan hati saya tidak terpenuhi. Kedua, saya tidak mau terlalu bergantung pada orang lain. Saya ingin memenuhi hasrat saya dengan segenap kemampuan yang mampu saya kerahkan. Saya tidak menganggap itu buruk karena mungkin suatu saat pun saya akan mengandalkan ‘teman’. Tapi kali ini saya benar-benar ingin berusaha sendiri semaksimal mungkin.
Saya tahu mereka jengkel. Hal itu saya biarkan tanpa penjelasan. Paling saya hanya basa-basi sederhana. Yang paling membuat saya kecewa adalah ketidakpedulian seorang sahabat (yang juga di kelompok itu) kepada saya. Sebagai salah satu orang terdekat, saya berharap mendapat dukungan dan pengertian tanpa perlu penjelasan. Katanya sahabat itu bisa saling mengerti hanya dengan berpandangan, tanpa kata-kata. Kenapa kami tidak? Dan lagi hati ini tambah sesak ketika perlahan dia menjauh dan berubah sikap. Asli, saya sangat kecewa. Dia tak bertanya, saya pun tak hendak bercerita. Idealisme yang saya pertahankan, idealisme kampret!

Sidoarjo, 25 Oktober 2011, pukul 23.23

25 Oktober 2011

Yeaayy… Menulis Lagi


Rasanya sudah lama sekali saya tidak menulis. Entah itu menulis puisi, catatan perjalanan, opini, serius, ataupun sekadar cuap-cuap tak penting. Saya seperti mati: mati gaya, mati kutu, mati ide, mati kegiatan, mati berpikir. Parah! Kalau manusia sudah tak bisa berpikir, ia tak pantas hidup. Sia-sia. Jadi selama ini saya hidup sia-sia? Sungguh menyedihkan!
Menulis, apapun bentuknya, bagi saya ia seperti vitamin yang menyegarkan dan menyehatkan, terutama untuk akal pikir. Orang yang menulis pasti mau tidak mau akan berpikir, entah berpikir sederhana atau berpikir tingkat tinggi. Dengan menulis saya telah bersedekah untuk otak saya agar ia tak tumpul. Karena itu sekarang saya mau menulis lagi.
Karena sudah beberapa bulan tak menulis, tentu saya kehilangan banyak hal. Jadi sekarang saya hanya akan merangkumnya menjadi satu. Terakhir kali saya memosting undangan pernikahan. Yap, saya seorang istri sekarang. Waktu itu pernikahan saya berjalan dengan lancar, mulai akad nikah, resepsi, sampai ngunduh mantu. Akad dan resepsi dilaksanakan di rumah saya. Sedangkan ngunduh mantu dilaksanakan di kediaman suami di Purworejo. Saya di sana selama seminggu. Selain untuk mengenal keluarganya lebih jauh, saya juga menyempatkan diri jalan-jalan ke Pantai Jatimalang untuk menikmati seafood dan jalan-jalan ke Dieng untuk melihat Dieng Culture Festival 2. Menyenangkan!
Bulan Juli—September saya disibukkan dengan PPL di SMAN 1 Sidoarjo. Saya berkesempatan mengajar dua kelas, yakni kelas X-1 dan X-5. Mereka menyenangkan dan menantang. Selain PPL tentu saja saya juga sibuk belajar masak untuk suami. Bertepatan dengan bulan Ramadan. Sungguh indah. Itu Ramadan kami yang pertama setelah menikah. Kami memupuk pernikahan ini dengan bersama-sama mendekatkan diri kepada Yang Esa. Hampir setiap hari kami berjalan berdua di subuh dan petang menuju rumah-Nya. Romantis!

Tak ada libur panjang di akhir semester ini. Selepas PPL, saya langsung kembali kuliah dan menekuni mata kuliah ini itu. Ada satu mata kuliah yang saya rasa kurang tepat waktunya, yakni PKL. Jurusan mengharuskan kami untuk ber-PKL selama dua bulan di media massa baik cetak maupun elektronik, sedangkan di waktu yang sama kami harus kuliah setiap hari. Mau bagaimana lagi? Ini adalah cara agar cepat lulus. Oya, untuk memenuhi matkul PKL saya dan tim langsung mencari sasaran media: Jawa Pos, Radar Surabaya, Detik Surabaya, dan Nyata. Namun akhirnya kami hanya diterima di Detik Surabaya dan Nyata. Kami pun memilih Detik Surabaya.
Jenuh saya. Sudah sekian lama tidak mengisi baterai jiwa. Saya butuh perjalanan. Sudah hampir dua tahun saya tidak mendaki gunung dan sudah beberapa bulan sejak ACI 2010 dan Wisata Museum di Jakarta saya tidak bepergian jauh. Jiwa saya kering. Saya mau jalan-jalan. Beruntung ada beberapa teman yang juga ingin bepergian. Sampailah kami di Pantai Papuma. Saya berlari-lari, bermain kamera, bermain air, dan berbasah-basah. Puas!
Sekarang apa lagi? Saya sedang mencari rumah kontrak di Surabaya. Mengapa harus di Surabaya? Karena tempat kerja suami di Surabaya, saya kuliah di Surabaya, dan saya juga PKL di Surabaya. Kami berharap bisa menghemat tenaga dan dana dengan tinggal di sana. Sejujurnya kami agak lelah setiap hari berkutat dengan macet di jalan Surabaya—Sidoarjo.
Wah wah, sudah terlalu panjang. Padahal saya masih ingin cerita. Mungkin lain kali ya. Cukup sekian dan terima kasih. Salam lestari! J

Sidoarjo, 25 Oktober 2011, pukul 21.50