Banyak yang cerita kalau pernah mengalami
kejadian mistis saat mendaki gunung. Rata-rata mereka cerita tentang kemistisan
Gunung Argopuro, Semeru, Merbabu, Arjuno, Gede, Pangrango, dan Lawu. Mungkin
juga ada cerita mistis di gunung lain tapi tidak saya ketahui.
Kalau saya mendengar atau membaca
cerita-cerita itu kok rasanya jadi merinding sendiri. Namun, jujur saya belum
pernah dan berharap tidak akan pernah mengalami hal demikian. Mari memulai ini
dari satu gunung ke gunung yang lain.
1.
Gunung
Argopuro
Ada beberapa tempat di
gunung ini yang dianggap mistis, yakni Pos Mata Air I (jalur Baderan), Cikasur,
Cisentor, dan Danau Taman Hidup. Kata seorang teman ia pernah melihat om poci
di bawah pohon di dekat Pos Mata Air I. Dulu, Oktober 2006 saya dan dua teman
cwe nekad malam-malam mengambil air. Posisinya agak menjorok ke bawah dengan
jalan yang sempit. Terbersit rasa takut juga saat itu. Kami bertiga
bergandengan tangan, dan saya bertugas paling bawah untuk mengambil air.
Syukurlah tak ada apa-apa. Hanya ada sebersit rasa takut yang menghilang begitu
cepat.
Lalu, katanya di Cikasur
banyak pendaki yang suka diganggu oleh setan kepala, goyangan tenda, atau
suara-suara. Tapi malam itu ketika baru tiba di Cikasur, saya dan dua teman cwe
saya tadi langsung kedinginan. Shalat saja sampai gemetaran. Kegiatan masak
memasak pun digantikan oleh Mba Weni dan Cak Bonsai. Lalu kami tidur, dan
tau-tau sudah pagi. Tak ada yang mistis.
Cisentor, kata seorang
teman ia pernah melihat beberapa poci saat mau buang hajat di sungai.
Untunglah, dulu om poci tidak tertarik untuk mengganggu saya. Padahal saat
malam dan subuh saya suka bolak-balik ke sungai sendirian untuk ambil air,
pipis, atau wudhu.
Dan terakhir, Danau Taman
Hidup. Menurut mitos, tempat ini paling seram. Kabut suka tiba-tiba datang,
apalagi ada yang berteriak-teriak. Seorang teman dari Probolinggo juga pernah
cerita kalau di sana adik didiknya pernah kerasukan juga. Danau ini katanya
menjadi tempat favorit Dewi Rengganis. Katanya, Dewi Rengganis suka mengganggu
para pendaki pria melalui mimpi, misalnya diajak naik sampan atau diajak
bersetub*h. Kembali ke cerita saya, waktu itu saya jalan sendirian mendekati
danau, teman-teman saya ada di depan dan beberapa ada di belakang. Lalu seorang
pendaki dari Jakarta menyusul langkah saya dan bertanya, “Ga takut jalan
sendirian, Mbak?” Saya pun menjawab tidak. Saya tidak tahu harus takut akan
apa. Dan posisi saya waktu itu tidak tahu menahu mengenai mitos-mitos yang ada
di sana. Saya malah asik bermain air di danau indah itu. Mungkin kalau sekarang
disuruh naik lagi ke sana pasti lebih was-was. ^_^
2. Gunung Semeru
Katanya kalau di Gunung Semeru banyak tante kunti yang
berjajar di pinggir jalur jika ada pendaki yang berjalan saat magrib. Biasanya
sering ditemui di jalur Pos I atau II. Selain itu ada juga cerita mistis di
Danau Ranu Kumbolo. Katanya kalau pagi hari suka ada makhluk bertubuh pendek
yang mandi si sisi danau sebelah kanan (tenggara). Seorang teman (Mas Andri)
juga pernah bercerita mengenai pengalamannya saat di Kalimati. Kalau tidak
salah ia diganggu oleh harimau mistis yang mengelilingi tendanya dan memainkan
tabung gas sehingga timbul suara berisik.
Saya sih tidak pernah mengalami hal aneh-aneh di Semeru. Tapi
saya pernah merasa agak takut di sana, kira-kira akhir tahun 2009, bersamaan
dengan acara Napak Tilas Soe Hok Gie. Saya datang ke sana hendak kemping di Ranu Kumbolo bersama Mas
Arief. Lalu ada kabar bahwa salah seorang peserta napak tilas meninggal di
jalur Kalimati-Kumbolo saat dibawa turun. Saat itu kami masih di rumah Pak
Ningot, salah satu warga Ranupani dan tim SAR TNBTS. Nah Pak Ningot malah
cerita, katanya mitos warga di Ranupani, kalau ada orang meninggal di suatu tempat,
arwahnya masih akan berada di situ sampai tujuh hari. “Hati-hati aja mbak,
arwahnya masih di Ranu Kumbolo” katanya. Hwaa….! Baru deh saya merasa agak
takut. Tapi selama sehari semalam di sana Alhamdulillah tidak ada sesuatu
mistis pun yang mengitari kami.
Saya merasa takut justru saat berjalan pulang ke Ranupani. Pukul
2 siang kami baru mulai turun dari Ranu Kumbolo. Pendaki-pendaki yang lain
sudah turun duluan. Belum menjelang magrib memang, tapi hutan terasa sudah
gelap dan menyeramkan. Saya tidak mengatakan apa pun kepada Mas Arief dan ia
pun tak bicara apa-apa kepada saya. Tapi masing-masing dari kami merasakan hawa
tidak nyaman ini. Kami siasati itu semua dengan menyanyi bersama dan berusaha
jalan lebih cepat. Syukurlah, sebelum magrib kami sudah tiba di Ranupani,
mandi-mandi, lalu bobo di rumah Pak Ningot.
3. Gunung Arjuno dan Welirang
Pertama kali naik ke Gunung Welirang tahun 2005. Sebuah tragedi
pun terjadi, salah seorang teman sempat hilang entah ke mana saat turun dari
puncak. Kami baru mengenal pendakian gunung waktu itu, dan tragedi ini membuat
kami kalut dan tak tahu harus bagaimana. Kaka senior pun membawa kami turun.
Dalam perjalanan turun itu salah seorang teman wanita merasa selalu diikuti
tante kunti yang terbang dari pohon ke pohon. Untungnya saya tidak melihatnya.
Lalu di waktu yang lain saya ke sana lagi. Saya punya
kebiasaan untuk pipis sebelum tidur. Kalau tidak pipis maka saat tengah malam
saya akan terbangun dan ingin pipis. Nah terjadi juga saat saya camp di pos
Pondokan. Dua teman saya tidak ada yang mau mengantar saya (huh!) padahal saat
itu kira-kira pukul 2 pagi. Ingin pipis di luar tenda kok rasanya tak nyaman. Meskipun
sudah malam, masih ada saja yang melek. Terpaksa saya turun ke mata air untuk
buang air di sana. Sepi, gelap, dan sendiri. Alhamdulillah tidak ada apa-apa.
^_^
Dan Arjuna, yang katanya ada pasar setan, pasar malam, lalu
suara gamelan yang suka didengar pendaki, hutan lali jiwo yang bikin tersesat,
Alhamdulillah saya juga tidak mengalami peristiwa mistis. Perjalanan dari
Puncak Arjuno sampai ke Pos II (Jalur Purwosari) membuat kami sangat lelah dan
cepat tidur malam itu. Keesokan paginya pemandangan Gunung Semeru sudah di
depan kami.
4. Gunung Merbabu
Yakin, saya tidak mengalami hal-hal mistis di gunung ini.
Saya sempat takut tiga kali saat pendakian ke sana Desember 2008, pertama saat
baru mulai mendaki (jalur Wekas) karena
melewati makam malam-malam (pukul 9 malam). Kedua, subuh hari ketika saya mau
pipis dan teman-teman belum bangun. Saya pun nekad pipis di balik semak-semak.
Hihi.. Dan ketiga, ketika tiba waktu magrib saat tersesat dan melenceng jauh
dari jalur pendakian Selo. Suasana magrib selalu aneh. Untung kami berhenti dan
duduk sejenak.
5.
Gunung
Pangrango
Lagi-lagi Alhamdulillah karena tak sekalipun mengalami hal
mistis baik mulai awal pendakian sampai puncak pangrango, kembali ke kandang
badak, ke Gunung Gede, dan turun lewat jalur Gunung Putri. Padahal kalau
menurut cerita, di gunung ini ada tante kunti, setan kaki besar, dll. Sebersit
rasa takut pastilah ada, yakni saat mendaki bertiga (bersama Mba Ika da nom
Cepot) ke Puncak Pangrango. Jalan menanjak, hutan rimbun dan gelap, dan hari
sudah sore. Sebelum magrib kami sudah tiba di Mandalawangi. Selepas magrib
barulah kami turun lagi ke Kandang Badak. Dan om cepot menyuruh saya di barisan
paling depan. O..oo.. semoga tidak menyenter sesuatu yang aneh. ^_^
Tapi saya pernah dengar cerita begini. Seniornya suami saya di PA dari Purworejo dulu pergi ke Cibodas. Niatnya mereka akan mendaki gunung, tapi ternyata ditutup padahal sudah jauh-jauh dari Jawa Tengah. Akhirnya mereka ijinnya cuma kemping di Taman Mandalawangi yang di Cibodas itu. Peta pun dibuka, kompas disiapkan, dan ditembuslah jalur-jalur tak resmi untuk mendaki gunung tersebut. Nah dalam perjalanan itu mereka sempat menemukan berbagai hal mistis. Pertama, mereka melihat orang-orang kerdil yang keluar dari batang pohon tidak lama setelah pohon tersebut tumbang. Katanya sih itu adalah makhluk pengikut Kartosuwiryo. Ada juga saat mereka mau mengejar hewan buruan, eh tahu-tahu kepala binatang itu berubah jadi manusia. Lalu ada juga salah satu personelnya yang merasa diikuti oleh seseorang, ia pun mengambil batu dan melemparkannya ke belakang. Sesaat kemudian seolah-olah ada yang menariknya dan ia terjatuh di batu yang ia lemparkan tadi.
6.
Gunung
Penanggungan
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam
yang berkali-kali mengizinkan saya untuk bisa mendaki ke Gunung Penanggungan.
Selama beberapa kali mendaki ke sana saya juga tidak pernah mengalami
pengalaman mistis sedikitpun. Mungkin hanya muncul sebersit rasa takut, tapi
bukan karena ada gangguan mistis, hanya takut karena gelap dan sepi. Tentunya
itu terjadi jika mendaki hanya berdua.
Saya mendaki ke sana bersepi-sepi ria
sebanyak dua kali, biasanya selalu ke sana ramai-ramai. Kali itu saya pergi
hanya berdua dengan adik kelas saya (cowok) tapi ia belum pernah mendaki gunung
sebelumnya. Saya mendaki malam hari. Sampai di pos perhutani (jalur Tamiadjeng)
tiba-tiba angin menjadi kencang, mendung datang disertai petir, dan gerimis.
Kami bimbang mau lanjut ataukah berhenti dulu menunggu cuaca membaik. Jujur
waktu itu saya agak takut, tapi karena mendakinya dengan adik kelas yang belum
pernah mendaki saya gengsi dong mau bilang takut. Saya juga khawatir nanti dia
ikut-ikutan takut.
“Mau lanjut ga?” tanya saya sok berani.
Hehe…
“Nanti dulu mba, asmaku suka kambuh kalau
kena hujan,” jawabnya. Ya sudah kami ngobrol-ngobrol dulu tentang banyak hal.
Tidak lama kemudian sepertinya mendung dan
angin sudah bergeser. Cuaca kembali bagus dan serasa sejuk. Rasa takut pun ikut
pergi jauh. Kami berjalan dan terus berjalan mendaki. Tadinya dari start sampai
pos ini saya selalu kelelahan, tapi setelah istirahat di pos tadi tiba-tiba
kaki saya seakan kuat jalan terus. Nafas sudah normal.
Seingat saya waktu itu kami tidak membawa
tenda. Kami berniat tidur di goa kecil yang ada di sisi jalur pendakian
beberapa meter sebelum puncak. Ya, hanya kami berdua menghabiskan malam, tanpa
gangguan setan.
Mendaki hanya berdua kembali saya lakoni
dengan seorang teman asal Gresik. Niat awalnya sih mendaki sendiri ke
Penanggungan. Tapi tiba-tiba dia mau gabung. Kami mulai mendaki sore hari
kira-kira pukul 4. Cuaca buruk. Kami ditemani badai terus menerus. Otomatis
sampai di goa itu pun sudah malam dan angin masih saja berhembus sangat
kencang, kabut tebal. Ah sepinya… Tak ada yang mistis. Alhamdulillah.
Malah tempat yang membuat saya merinding
itu di perladangan dan start awal pendakian karena ada makam di sisi kiri. Dulu
sih pas pertama muncak ke Penanggungan kaget karena ada sebuah makam yang
ditutupi kain putih. Tapi lama kelamaan jadi terbiasa.
Kata seorang teman sih yang serem itu
jalur Jolotundo karena di sana banyak candi dan lebih dikeramatkan. Tapi saya
tidak tahu karena seya belum pernah melewati jalur itu pada malam hari, pernah
siang hari tapi hanya sekali.
7. Gunung Merapi (Jogja)
Seorang senior bernama Pak Kusworo pernah bercerita tentang pengalaman mistisnya di Merapi. Pernah ia dan rombongannya didatangi seorang penjual jajanan, minuman, dan pisang saat mereka sedang berada di Pasar Bubrah. Saat itu sedang sepi pendaki (aneh aja pas sepi kok ada penjual) karena bukan hari besar seperi Suro. Teman-teman Pak Kus tidak menyadari hal itu. Mereka asik saja membeli minuman dan makan pisang. Sedangkan Pak Kus sendiri tidak mau beli (agak sadar). Selepas itu merekapun turun ke Selo. Saat itu mereka lapar dan hendak pulang. "Eh aku masih punya pisang," kata teman Pak Kus sambil merogoh saku celana. Dan ternyata yang ada ialah potongan ibu jari manusia. Dan terhoek-hoeklah mereka semua (muntah). Pak Kus bilang, "Kalau pisangnya ibu jari berarti minuman yang kalian beli tadi darah". Tambah hoek-hoeklah semua. Hehe...
Note: Intinya,
saya percaya bahwa makhluk-makhluk itu ada. Namun mereka berada di dunia yang
berbeda dengan kita. Yang perlu kita perhatikan justru persiapan fisik,
perlengkapan, dan mental, serta tingkah laku kita: jangan suka berbicara
sembarangan, jangan mengambil sesuatu sembarangan, jangan bergaul sembarangan.
Mari mendaki dengan rendah hati! Jauhkan kesombongan dari dalam diri, dan tetap
shalat bagi yang muslim. Saya yakin, selama kita tak bermaksud buruk, maka hal
buruk juga tidak akan menghampiri kita. Insya Allah.