31 Maret 2012

Nasi Goreng Jancuk Surabaya



Ada yang tahu nasi goreng jancuk? Lucu ya namanya. Yap, nasi goreng jancuk ini adalah menu unggulan dari Surabaya Plaza Hotel (SPH). Bahkan bisa dibilang bahwa makanan ini sudah menjadi icon SPH.
Pertama kali saya tahu tentang nasgor ini yakni saat membuka websitenya karena waktu itu suami saya mau melamar kerja di sana. Saya ingat benar waktu itu iseng bilang ke suami, “Ntar kalo diterima kerja di sana aku diajak makan nasgor jancuk ya”. Dan saya semakin percaya bahwa perkataan-perkataan kecil yang kadang tak disengaja bisa menjadi doa yang dikabulkan Allah.
Meski begitu, saya baru sekali lho makan nasgor jancuk. Tentunya bareng dengan tiga teman saya yang lainnya karena kabarnya satu porsi paket mbledhos nasgor jancuk bisa dimakan oleh 5-7 orang. Dan benar saja, porsinya besar, dan langsung disuguhkan dengan wajannya. Waktu itu kami makan di Cafe Taman SPH. Suami saya? Dia hanya sesekali pergi ke meja kami karena saat itu ia sedang bekerja.
Kembali ke nasgor jancuk. Pasti sudah tahu kan apa itu “jancuk”? Kata jancuk memiliki banyak penafsiran. Dulunya kata ini adalah sebagai kata umpatan yang memiliki arti kasar, yakni “jaran dienc*k”. Namun seiring perkembangan waktu ungkapan ini menjadi lebih akrab dengan warga Surabaya dan suka dipakai sebagai kata sapaan akrab, guyonan, dll. Dan nasi goreng ini dinamai nasgor jancuk karena seseorang yang memakannya akan berkata “jancuk”. Kenapa? Karena sangat pedasss!
Untungnya nasgor jancuk ini memiliki tingkat kepedasan yang berbeda-beda, yakni standar, sedang, dan super pedas. Waktu itu saya makan yang tingkatan sedang dan itu sudah cukup membuat perut kami panas dan bibir kami dower kepedasan. Katanya sih itu pakai cabai satu ons. Wew.. >,<
Tapi menurut saya nasgornya enak. Pertama, porsinya besar jadi menguntungkan buat yang kantong perutnya besar dan doyan pedas. Dua, bumbunya sedap da nada campuran udang di dalam nasinya. Lalu seperti biasa ada acar, tomat, dan kerupuk yang melengkapinya. Oiya… ada es teh nya buat obat pedas. Hehe…
Tapi di mana-mana rasa pedas nggak akan serta-merta hilang setelah diberi air es. Untungnya lagi masih ada buuuaahhh… huwaahh pedeess… zzzzz..!

20 Maret 2012

Kolase Wajah Petualang ACI Detikcom 2010


Ini adalah kolase wajah-wajah 66 Petualang ACI Detikcom 2010 yang notabene belum semuanya saya kenal. Saya baru bertemu beberapa orang saja dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Hiks…
Kolase Wajah
Kolasenya bagus kan? Bagus dong. Karya Kang Dadang Lesmana, salah satu dari Petualang ACI 2010. Terima kasih, Kang. Saya sukaaaa sekali dengan kolase ini. Pengen saya cetak besar dan saya pajang di kamar. ^_^

04 Maret 2012

Pendaki Berkantong Tipis


Sudah lamaaaa sekali saya tak naik gunung. Sudah pasti rindu, sangat rindu. Padahal dulu saya masih tak punya uang, mau naik gunung harus nabung dulu sekian lama. Bela-belain nggak jajan di sekolah. Tapi intensitas naik gunung lebih sering daripada sekarang saat tabungan jauh lebih banyak daripada dulu.
Kira-kira saya masih SMA, kalau mau naik gunung, selalu diawali menghitung budget pendakian mulai dari transportasi sampai logistik. Bahkan saya dan teman-teman (Tias dan Ida) sampai membuat menu makan sehari-hari agar logistik tak membludak. Untuk transportasi pasti kami memilih yang paling murah, kelas ekonomi, masih ditawar pula. ^_^
Untuk makanan, saya selalu punya sedikit uang untuk belanja macam-macam makanan. Biasanya hal seperti itu saya siasati dengan membawa makanan olahan dari rumah, biasanya sih kering tempe atau sambal bajak. Selain itu bawa sayur-mayur sama tempe. Sarden kadang-kadang. Mie instan selalu bawa. Telur selalu ngambil punya ibu. Untungnya kekerean saya ini didukung oleh Tias yang selalu membawa banyaaaakkk makanan. Pokoknya kalau naik gunung sama Tias pasti makmur. Bekalnya satu tas sendiri, bahkan lebih. Pulang naik gunung bukannya kurus malah gendut. Kalo Ida sih sama saja seperti saya.
Suatu saat, untuk pertama kalinya saya mendaki ke Gunung Semeru bersama Mas Olan, Ida, Onyet, Aken, Azhar. Kira-kira tahun 2007. Seperti biasa, kami bawa uang minim sekali. Dampaknya, saat pulang dan hari sudah malam, kami sempat terlantar beberapa jam di terminal Arjosari karena tak ada uang untuk naik bus. Untungnya ada kaka senior OPA Rekgiwa di SMA yang saat itu kuliah (apa kerja ya?) di Malang. Ia berbaik hati memberikan lembaran-lembaran rupiah untuk kami. Terima kasih ya Mas.
Di lain waktu, kami naik ke Gunung Arjuno, diantar cak Bonsai. Start dari Sidoarjo biasanya malam. Itu pun kami tak segera naik angkot karena harus menunggu Cak Bonsai tawar-menawar harga. Ia adalah orang yang sangat kekeuh dengan pendirian. Jika ia ingin harga 4000 per orang dari Sda ke Pandaan, maka ia akan menawarnya sampai dapat. Lalu setelah tiba di Pandaan (pastinya sudah malam banget) cak Bonsai masih menawar lagi angkot yang ke Tretes. Tukang angkotnya minta 6000/orang, tapi cacak menawarnya 4000, dan akhirnya dapat. Cacak pengertian sekali kalau kami tak punya uang.
Tahun 2008 adalah kali pertama saya naik gunung dengan pendaki-pendaki dari luar kota. Mayoritas sih Jakarta. Wow, alatnya lengkap, bagus-bagus, makanannya enak-enak, banyak, dan macem-macem jenisnya. Ada coklat ini itu, ada selai ini itu, ada susu, wahh banyak. Begitu terpesona rasanya. Yah karena tak punya banyak uang, seperti biasa saya bungkus nasi beserta lauknya dari rumah. Ndilalah kok mereka ikut makan tempe saya. Oya, pernah juga mas pendaki dari Jakarta menjahitkan tas saya yang bagian bahunya putus karena tak kuat menahan beban. Ta situ tas sekolah basa, bukan tas buat naik gunung. Jadi malu :”> Hehe…
Pernah juga, saya dipaksa seorang teman dari Jakarta untuk ikut pendakian merah putih ke Merapi. Saya menolak karena jeda dengan pendakian sebelumnya kurang dari satu bulan. Tabungan saya tak akan cukup sampai ke sana. Eh ia malah berjanji mensubsidi saya kalau saya ikut. Om itu baik banget sama saya. Makasih ya Om sudah memberikan saya kesempatan untuk ikut naik ke Merapi.
Yang paling saya senangi sih naik ke Gunung Penanggungan. Minim budget. Tinggal bawa air secukupnya, nasi bungkus buat makan malam di Puncak, sama bekal buat sekali masak sebelum turun keesokan paginya. Ke sananya pun tak perlu mahal-mahal naik angkutan umum. Tinggal bawa motor, isi bensin 15.000, parkir 5000, selesai.
Segala keterbatasan itu tak menghalangi saya naik gunung dan jalan-jalan ke banyak tempat. Tuhan selalu punya cara lain untuk memberikan hal-hal menakjubkan untuk kita. Percayalah, Tuhan itu Maha Baik dan Maha Kaya. Saya yang nggak punya uang diberi-Nya kesempatan pergi ke tempat-tempat yang indah.

Cerita Mistis di Gunung


Banyak yang cerita kalau pernah mengalami kejadian mistis saat mendaki gunung. Rata-rata mereka cerita tentang kemistisan Gunung Argopuro, Semeru, Merbabu, Arjuno, Gede, Pangrango, dan Lawu. Mungkin juga ada cerita mistis di gunung lain tapi tidak saya ketahui.
Kalau saya mendengar atau membaca cerita-cerita itu kok rasanya jadi merinding sendiri. Namun, jujur saya belum pernah dan berharap tidak akan pernah mengalami hal demikian. Mari memulai ini dari satu gunung ke gunung yang lain.
1.    Gunung Argopuro
Ada beberapa tempat di gunung ini yang dianggap mistis, yakni Pos Mata Air I (jalur Baderan), Cikasur, Cisentor, dan Danau Taman Hidup. Kata seorang teman ia pernah melihat om poci di bawah pohon di dekat Pos Mata Air I. Dulu, Oktober 2006 saya dan dua teman cwe nekad malam-malam mengambil air. Posisinya agak menjorok ke bawah dengan jalan yang sempit. Terbersit rasa takut juga saat itu. Kami bertiga bergandengan tangan, dan saya bertugas paling bawah untuk mengambil air. Syukurlah tak ada apa-apa. Hanya ada sebersit rasa takut yang menghilang begitu cepat.
Lalu, katanya di Cikasur banyak pendaki yang suka diganggu oleh setan kepala, goyangan tenda, atau suara-suara. Tapi malam itu ketika baru tiba di Cikasur, saya dan dua teman cwe saya tadi langsung kedinginan. Shalat saja sampai gemetaran. Kegiatan masak memasak pun digantikan oleh Mba Weni dan Cak Bonsai. Lalu kami tidur, dan tau-tau sudah pagi. Tak ada yang mistis.
Cisentor, kata seorang teman ia pernah melihat beberapa poci saat mau buang hajat di sungai. Untunglah, dulu om poci tidak tertarik untuk mengganggu saya. Padahal saat malam dan subuh saya suka bolak-balik ke sungai sendirian untuk ambil air, pipis, atau wudhu.
Dan terakhir, Danau Taman Hidup. Menurut mitos, tempat ini paling seram. Kabut suka tiba-tiba datang, apalagi ada yang berteriak-teriak. Seorang teman dari Probolinggo juga pernah cerita kalau di sana adik didiknya pernah kerasukan juga. Danau ini katanya menjadi tempat favorit Dewi Rengganis. Katanya, Dewi Rengganis suka mengganggu para pendaki pria melalui mimpi, misalnya diajak naik sampan atau diajak bersetub*h. Kembali ke cerita saya, waktu itu saya jalan sendirian mendekati danau, teman-teman saya ada di depan dan beberapa ada di belakang. Lalu seorang pendaki dari Jakarta menyusul langkah saya dan bertanya, “Ga takut jalan sendirian, Mbak?” Saya pun menjawab tidak. Saya tidak tahu harus takut akan apa. Dan posisi saya waktu itu tidak tahu menahu mengenai mitos-mitos yang ada di sana. Saya malah asik bermain air di danau indah itu. Mungkin kalau sekarang disuruh naik lagi ke sana pasti lebih was-was. ^_^

2.    Gunung Semeru
Katanya kalau di Gunung Semeru banyak tante kunti yang berjajar di pinggir jalur jika ada pendaki yang berjalan saat magrib. Biasanya sering ditemui di jalur Pos I atau II. Selain itu ada juga cerita mistis di Danau Ranu Kumbolo. Katanya kalau pagi hari suka ada makhluk bertubuh pendek yang mandi si sisi danau sebelah kanan (tenggara). Seorang teman (Mas Andri) juga pernah bercerita mengenai pengalamannya saat di Kalimati. Kalau tidak salah ia diganggu oleh harimau mistis yang mengelilingi tendanya dan memainkan tabung gas sehingga timbul suara berisik.
Saya sih tidak pernah mengalami hal aneh-aneh di Semeru. Tapi saya pernah merasa agak takut di sana, kira-kira akhir tahun 2009, bersamaan dengan acara Napak Tilas Soe Hok Gie. Saya datang ke sana  hendak kemping di Ranu Kumbolo bersama Mas Arief. Lalu ada kabar bahwa salah seorang peserta napak tilas meninggal di jalur Kalimati-Kumbolo saat dibawa turun. Saat itu kami masih di rumah Pak Ningot, salah satu warga Ranupani dan tim SAR TNBTS. Nah Pak Ningot malah cerita, katanya mitos warga di Ranupani, kalau ada orang meninggal di suatu tempat, arwahnya masih akan berada di situ sampai tujuh hari. “Hati-hati aja mbak, arwahnya masih di Ranu Kumbolo” katanya. Hwaa….! Baru deh saya merasa agak takut. Tapi selama sehari semalam di sana Alhamdulillah tidak ada sesuatu mistis pun yang mengitari kami.
Saya merasa takut justru saat berjalan pulang ke Ranupani. Pukul 2 siang kami baru mulai turun dari Ranu Kumbolo. Pendaki-pendaki yang lain sudah turun duluan. Belum menjelang magrib memang, tapi hutan terasa sudah gelap dan menyeramkan. Saya tidak mengatakan apa pun kepada Mas Arief dan ia pun tak bicara apa-apa kepada saya. Tapi masing-masing dari kami merasakan hawa tidak nyaman ini. Kami siasati itu semua dengan menyanyi bersama dan berusaha jalan lebih cepat. Syukurlah, sebelum magrib kami sudah tiba di Ranupani, mandi-mandi, lalu bobo di rumah Pak Ningot.

3.    Gunung Arjuno dan Welirang
Pertama kali naik ke Gunung Welirang tahun 2005. Sebuah tragedi pun terjadi, salah seorang teman sempat hilang entah ke mana saat turun dari puncak. Kami baru mengenal pendakian gunung waktu itu, dan tragedi ini membuat kami kalut dan tak tahu harus bagaimana. Kaka senior pun membawa kami turun. Dalam perjalanan turun itu salah seorang teman wanita merasa selalu diikuti tante kunti yang terbang dari pohon ke pohon. Untungnya saya tidak melihatnya.
Lalu di waktu yang lain saya ke sana lagi. Saya punya kebiasaan untuk pipis sebelum tidur. Kalau tidak pipis maka saat tengah malam saya akan terbangun dan ingin pipis. Nah terjadi juga saat saya camp di pos Pondokan. Dua teman saya tidak ada yang mau mengantar saya (huh!) padahal saat itu kira-kira pukul 2 pagi. Ingin pipis di luar tenda kok rasanya tak nyaman. Meskipun sudah malam, masih ada saja yang melek. Terpaksa saya turun ke mata air untuk buang air di sana. Sepi, gelap, dan sendiri. Alhamdulillah tidak ada apa-apa. ^_^
Dan Arjuna, yang katanya ada pasar setan, pasar malam, lalu suara gamelan yang suka didengar pendaki, hutan lali jiwo yang bikin tersesat, Alhamdulillah saya juga tidak mengalami peristiwa mistis. Perjalanan dari Puncak Arjuno sampai ke Pos II (Jalur Purwosari) membuat kami sangat lelah dan cepat tidur malam itu. Keesokan paginya pemandangan Gunung Semeru sudah di depan kami.

4.    Gunung Merbabu
Yakin, saya tidak mengalami hal-hal mistis di gunung ini. Saya sempat takut tiga kali saat pendakian ke sana Desember 2008, pertama saat baru mulai mendaki  (jalur Wekas) karena melewati makam malam-malam (pukul 9 malam). Kedua, subuh hari ketika saya mau pipis dan teman-teman belum bangun. Saya pun nekad pipis di balik semak-semak. Hihi.. Dan ketiga, ketika tiba waktu magrib saat tersesat dan melenceng jauh dari jalur pendakian Selo. Suasana magrib selalu aneh. Untung kami berhenti dan duduk sejenak.

5.    Gunung Pangrango
Lagi-lagi Alhamdulillah karena tak sekalipun mengalami hal mistis baik mulai awal pendakian sampai puncak pangrango, kembali ke kandang badak, ke Gunung Gede, dan turun lewat jalur Gunung Putri. Padahal kalau menurut cerita, di gunung ini ada tante kunti, setan kaki besar, dll. Sebersit rasa takut pastilah ada, yakni saat mendaki bertiga (bersama Mba Ika da nom Cepot) ke Puncak Pangrango. Jalan menanjak, hutan rimbun dan gelap, dan hari sudah sore. Sebelum magrib kami sudah tiba di Mandalawangi. Selepas magrib barulah kami turun lagi ke Kandang Badak. Dan om cepot menyuruh saya di barisan paling depan. O..oo.. semoga tidak menyenter sesuatu yang aneh. ^_^
Tapi saya pernah dengar cerita begini. Seniornya suami saya di PA dari Purworejo dulu pergi ke Cibodas. Niatnya mereka akan mendaki gunung, tapi ternyata ditutup padahal sudah jauh-jauh dari Jawa Tengah. Akhirnya mereka ijinnya cuma kemping di Taman Mandalawangi yang di Cibodas itu. Peta pun dibuka, kompas disiapkan, dan ditembuslah jalur-jalur tak resmi untuk mendaki gunung tersebut. Nah dalam perjalanan itu mereka sempat menemukan berbagai hal mistis. Pertama, mereka melihat orang-orang kerdil yang keluar dari batang pohon tidak lama setelah pohon tersebut tumbang. Katanya sih itu adalah makhluk pengikut Kartosuwiryo. Ada juga saat mereka mau mengejar hewan buruan, eh tahu-tahu kepala binatang itu berubah jadi manusia. Lalu ada juga salah satu personelnya yang merasa diikuti oleh seseorang, ia pun mengambil batu dan melemparkannya ke belakang. Sesaat kemudian seolah-olah ada yang menariknya dan ia terjatuh di batu yang ia lemparkan tadi.

6.    Gunung Penanggungan
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang berkali-kali mengizinkan saya untuk bisa mendaki ke Gunung Penanggungan. Selama beberapa kali mendaki ke sana saya juga tidak pernah mengalami pengalaman mistis sedikitpun. Mungkin hanya muncul sebersit rasa takut, tapi bukan karena ada gangguan mistis, hanya takut karena gelap dan sepi. Tentunya itu terjadi jika mendaki hanya berdua.
Saya mendaki ke sana bersepi-sepi ria sebanyak dua kali, biasanya selalu ke sana ramai-ramai. Kali itu saya pergi hanya berdua dengan adik kelas saya (cowok) tapi ia belum pernah mendaki gunung sebelumnya. Saya mendaki malam hari. Sampai di pos perhutani (jalur Tamiadjeng) tiba-tiba angin menjadi kencang, mendung datang disertai petir, dan gerimis. Kami bimbang mau lanjut ataukah berhenti dulu menunggu cuaca membaik. Jujur waktu itu saya agak takut, tapi karena mendakinya dengan adik kelas yang belum pernah mendaki saya gengsi dong mau bilang takut. Saya juga khawatir nanti dia ikut-ikutan takut.
“Mau lanjut ga?” tanya saya sok berani. Hehe…
“Nanti dulu mba, asmaku suka kambuh kalau kena hujan,” jawabnya. Ya sudah kami ngobrol-ngobrol dulu tentang banyak hal.
Tidak lama kemudian sepertinya mendung dan angin sudah bergeser. Cuaca kembali bagus dan serasa sejuk. Rasa takut pun ikut pergi jauh. Kami berjalan dan terus berjalan mendaki. Tadinya dari start sampai pos ini saya selalu kelelahan, tapi setelah istirahat di pos tadi tiba-tiba kaki saya seakan kuat jalan terus. Nafas sudah normal.
Seingat saya waktu itu kami tidak membawa tenda. Kami berniat tidur di goa kecil yang ada di sisi jalur pendakian beberapa meter sebelum puncak. Ya, hanya kami berdua menghabiskan malam, tanpa gangguan setan.
Mendaki hanya berdua kembali saya lakoni dengan seorang teman asal Gresik. Niat awalnya sih mendaki sendiri ke Penanggungan. Tapi tiba-tiba dia mau gabung. Kami mulai mendaki sore hari kira-kira pukul 4. Cuaca buruk. Kami ditemani badai terus menerus. Otomatis sampai di goa itu pun sudah malam dan angin masih saja berhembus sangat kencang, kabut tebal. Ah sepinya… Tak ada yang mistis. Alhamdulillah.
Malah tempat yang membuat saya merinding itu di perladangan dan start awal pendakian karena ada makam di sisi kiri. Dulu sih pas pertama muncak ke Penanggungan kaget karena ada sebuah makam yang ditutupi kain putih. Tapi lama kelamaan jadi terbiasa.
Kata seorang teman sih yang serem itu jalur Jolotundo karena di sana banyak candi dan lebih dikeramatkan. Tapi saya tidak tahu karena seya belum pernah melewati jalur itu pada malam hari, pernah siang hari tapi hanya sekali.

7. Gunung Merapi (Jogja)
Seorang senior bernama Pak Kusworo pernah bercerita tentang pengalaman mistisnya di Merapi. Pernah ia dan rombongannya didatangi seorang penjual jajanan, minuman, dan pisang saat mereka sedang berada di Pasar Bubrah. Saat itu sedang sepi pendaki (aneh aja pas sepi kok ada penjual) karena bukan hari besar seperi Suro. Teman-teman Pak Kus tidak menyadari hal itu. Mereka asik saja membeli minuman dan makan pisang. Sedangkan Pak Kus sendiri tidak mau beli (agak sadar). Selepas itu merekapun turun ke Selo. Saat itu mereka lapar dan hendak pulang. "Eh aku masih punya pisang," kata teman Pak Kus sambil merogoh saku celana. Dan ternyata yang ada ialah potongan ibu jari manusia. Dan terhoek-hoeklah mereka semua (muntah). Pak Kus bilang, "Kalau pisangnya ibu jari berarti minuman yang kalian beli tadi darah". Tambah hoek-hoeklah semua. Hehe...

Note: Intinya, saya percaya bahwa makhluk-makhluk itu ada. Namun mereka berada di dunia yang berbeda dengan kita. Yang perlu kita perhatikan justru persiapan fisik, perlengkapan, dan mental, serta tingkah laku kita: jangan suka berbicara sembarangan, jangan mengambil sesuatu sembarangan, jangan bergaul sembarangan. Mari mendaki dengan rendah hati! Jauhkan kesombongan dari dalam diri, dan tetap shalat bagi yang muslim. Saya yakin, selama kita tak bermaksud buruk, maka hal buruk juga tidak akan menghampiri kita. Insya Allah.