Sudah lamaaaa sekali saya tak naik gunung.
Sudah pasti rindu, sangat rindu. Padahal dulu saya masih tak punya uang, mau
naik gunung harus nabung dulu sekian lama. Bela-belain nggak jajan di sekolah. Tapi
intensitas naik gunung lebih sering daripada sekarang saat tabungan jauh lebih
banyak daripada dulu.
Kira-kira saya masih SMA, kalau mau naik
gunung, selalu diawali menghitung budget pendakian mulai dari transportasi
sampai logistik. Bahkan saya dan teman-teman (Tias dan Ida) sampai membuat menu
makan sehari-hari agar logistik tak membludak. Untuk transportasi pasti kami
memilih yang paling murah, kelas ekonomi, masih ditawar pula. ^_^
Untuk makanan, saya selalu punya sedikit
uang untuk belanja macam-macam makanan. Biasanya hal seperti itu saya siasati
dengan membawa makanan olahan dari rumah, biasanya sih kering tempe atau sambal
bajak. Selain itu bawa sayur-mayur sama tempe. Sarden kadang-kadang. Mie instan
selalu bawa. Telur selalu ngambil punya ibu. Untungnya kekerean saya ini
didukung oleh Tias yang selalu membawa banyaaaakkk makanan. Pokoknya kalau naik
gunung sama Tias pasti makmur. Bekalnya satu tas sendiri, bahkan lebih. Pulang
naik gunung bukannya kurus malah gendut. Kalo Ida sih sama saja seperti saya.
Suatu saat, untuk pertama kalinya saya
mendaki ke Gunung Semeru bersama Mas Olan, Ida, Onyet, Aken, Azhar. Kira-kira
tahun 2007. Seperti biasa, kami bawa uang minim sekali. Dampaknya, saat pulang
dan hari sudah malam, kami sempat terlantar beberapa jam di terminal Arjosari
karena tak ada uang untuk naik bus. Untungnya ada kaka senior OPA Rekgiwa di
SMA yang saat itu kuliah (apa kerja ya?) di Malang. Ia berbaik hati memberikan
lembaran-lembaran rupiah untuk kami. Terima kasih ya Mas.
Di lain waktu, kami naik ke Gunung Arjuno,
diantar cak Bonsai. Start dari Sidoarjo biasanya malam. Itu pun kami tak segera
naik angkot karena harus menunggu Cak Bonsai tawar-menawar harga. Ia adalah
orang yang sangat kekeuh dengan pendirian. Jika ia ingin harga 4000 per orang
dari Sda ke Pandaan, maka ia akan menawarnya sampai dapat. Lalu setelah tiba di
Pandaan (pastinya sudah malam banget) cak Bonsai masih menawar lagi angkot yang
ke Tretes. Tukang angkotnya minta 6000/orang, tapi cacak menawarnya 4000, dan
akhirnya dapat. Cacak pengertian sekali kalau kami tak punya uang.
Tahun 2008 adalah kali pertama saya naik
gunung dengan pendaki-pendaki dari luar kota. Mayoritas sih Jakarta. Wow,
alatnya lengkap, bagus-bagus, makanannya enak-enak, banyak, dan macem-macem
jenisnya. Ada coklat ini itu, ada selai ini itu, ada susu, wahh banyak. Begitu
terpesona rasanya. Yah karena tak punya banyak uang, seperti biasa saya bungkus
nasi beserta lauknya dari rumah. Ndilalah kok mereka ikut makan tempe saya. Oya,
pernah juga mas pendaki dari Jakarta menjahitkan tas saya yang bagian bahunya
putus karena tak kuat menahan beban. Ta situ tas sekolah basa, bukan tas buat
naik gunung. Jadi malu :”> Hehe…
Pernah juga, saya dipaksa seorang teman
dari Jakarta untuk ikut pendakian merah putih ke Merapi. Saya menolak karena
jeda dengan pendakian sebelumnya kurang dari satu bulan. Tabungan saya tak akan
cukup sampai ke sana. Eh ia malah berjanji mensubsidi saya kalau saya ikut. Om
itu baik banget sama saya. Makasih ya Om sudah memberikan saya kesempatan untuk
ikut naik ke Merapi.
Yang paling saya senangi sih naik ke
Gunung Penanggungan. Minim budget. Tinggal bawa air secukupnya, nasi bungkus
buat makan malam di Puncak, sama bekal buat sekali masak sebelum turun keesokan
paginya. Ke sananya pun tak perlu mahal-mahal naik angkutan umum. Tinggal bawa
motor, isi bensin 15.000, parkir 5000, selesai.
Segala keterbatasan itu tak menghalangi
saya naik gunung dan jalan-jalan ke banyak tempat. Tuhan selalu punya cara lain
untuk memberikan hal-hal menakjubkan untuk kita. Percayalah, Tuhan itu Maha
Baik dan Maha Kaya. Saya yang nggak punya uang diberi-Nya kesempatan pergi ke
tempat-tempat yang indah.
salut n 2 jempol buat nurul
BalasHapussalut n 2 jempol buat nurul
BalasHapusini biasa dialami oleh banyak orang mas.. ada waktu ga ada uang, udah kerja ada uang ga ada waktu, hehe...
Hapus