Naik Becak |
“Ayo naik becak po’o.. kepingin aku,” kata
Mba Desi kepada kami pada suatu malam.
“Ha?? Becak?” jawabku tak percaya.
Saat itu kami sedang asik nongkrong di
kedai kopi di pusat kota Sidoarjo. Dan Mba Desi sesekali melempar pandangan ke
jalan raya mencari becak yang mungkin lewat. Katanya dia sudah lama nggak naik
becak sejak tinggal di Jerman.
“Di Jerman ga ada becak.” begitu katanya.
Kami pun jadi ikut-ikutan mencarikan becak
untuknya. Eh, tidak lama kemudian ada becak lewat. Dan kami sukses menghentikannya.
“Pak, muter dari sini ke sana pinten?”
tanyaku
“Gangsal ewu (5000) mbak,” jawabnya.
Murah banget, batinku. Hehe.. Iya deh Pak.
Pelan-pelan pak becak mulai mengayuh roda becak yang kutumpangi bersama Mba
Desi. Di satu tanjakan pak becak sampai tak kuat mengayuh dan harus mendorong
becaknya. Kasihan. Tapi setelah itu jalan aman, lurus, bahkan ada turunan.
Di becak itu saya ngobrol dengan Mba Desi.
Ngobrol apa ya? Entahlah saya sudah lupa. Yang pasti ada hubungannya dengan
becak juga. Kami muter melewati alun-alun yang sepi senyap sejak fungsinya
dikembalikan menjadi lahan hijau. Dulu alun-alun Sidoarjo mungkin bisa dibilang
menjadi alun-alun yang teramai, sebab di semua sudutnya ada orang jualan
seperti di pasar malam. Mau cari tas, baju, alat dapur, sandal, keset, aneka
makanan, mainan, semua bisa didapatkan di alun-alun. Sekarang? Sepi dan gelap.
Saya khawatir ada yang memanfaatkannya buat mojok. Hehe..
Padahal kami sempat menambah rute, tapi
pak becak dengan baik hati tak menambah tarif yang sudah kami sepakati. Malah,
becaknya kami pinjam buat foto-foto. Eh Mba Desi ada-ada saja, “Pak, pinjem
capilnya,” katanya kepada Pak Becak. Ampuunn dehh yang di Jerman ga pernah
ketemu becak. Kasihan deehhh..
Mba Desi pun dengan sangat gembira berfoto di atas becak. Mas Wahyu juga ikut-ikutan minta difoto. Parah. Tinggal Mas Arief, mas Hero, mas David, dan mas Yafi aja yang waras.
Mba Desi pun dengan sangat gembira berfoto di atas becak. Mas Wahyu juga ikut-ikutan minta difoto. Parah. Tinggal Mas Arief, mas Hero, mas David, dan mas Yafi aja yang waras.
Semoga kegembiraan itu terbawa sampai ke
Jerman ya Mba. Saya tahu kok di Jerman pasti nggak ada becak ssampai-sampai
engkau begitu rindu. Kapan-kapan kalau ke Surabaya lagi kita naik becak rame-rame.
Suruh Mas Wahyu yang ngengkol. Kalau perlu suruh mbecak sampai ke Jerman. Miss you..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar