26 November 2008

Nonton Film Pencarian Terakhir


Setelah mendapat kabar dari pos Jagawana G.Sarangan, Sita shock karena mendapat kabar bahwa Gancar adikya dan kelima temannya yang bersama-sama mendaki ke G.Sarangan belum lapor ke Pos I hingga melampaui waktu pendakian. Sita ditemani Oji segera ke sana untuk mencari mereka.

Sementara itu keenam sahabat yang mendaki gunung tidak tahu di mana posisi mereka. Mereka salah arah ketika turun dari puncak dan menemui pertigaan. Lebih parah lagi mereka terpencar-pencar dan diganggu oleh makhluk gaib. Mereka seakan-akan memasuki dunia lain yang angker di dalam hutan tersebut dan mengalami banyak peristiwa aneh.


Sebagai seorang sahabat, Bagus mengajak Tito yang pernah hilang di G.Sarangan bersama sahabatnya Norman yang hingga kini tak ditemukan mayatnya untuk membantu mencari Gancar dkk barsama tim volunteer. Setelah seminggu pencarian akhirnya mereka ditemukan dan Tito menemukan jaket sahabatnya, Norman.



Itu sedikit cerita tentang film Pencarian Terkhir. Maklum baru nonton kemarin. Dan dari film tersebut saya menemukan beberapa pelajaran yang dapat diambil:
1. Kita harus sopan dan beretika di manapun kita berada (Gancar dkk tidak sopan bermabuk-mabukan di gunung)
2. Jangan meremehkan hal-hal kecil yang bisa menjadi besar
3. Makhluk halus itu ada di sekitar kita tapi dia tidak akan mengganggu kita kalau kita tidak mengganggu mereka
4. Dalam kondisi yang darurat hendaknya selalu berpikir logis dan dengan kepala dingin
5. Kalau tersesat di hutan jangan berjalan terlalu jauh kalau tidak bisa orientasi medan, dikhawatirkan akan tersesat semakin jauh
6. Persahabatan yang tulus itu butuh bukti, bukan hanya kata
7. Di dalam pendakian kita harus punya persiapan yang mantap, siap menghadapi segala situasi kondisi di luar perkiraan kita
8. Berserah diri pada Allah SWt
9. Kayaknya saya terlalu cerewet, hehehe...

Film Pencarian Terakhir KEREN bo'.

21 November 2008

Puisi Putu Wijaya

Kemarin Putu Wijaya sastrawan yang terkenal karena karya-karyanya menghadiri kegiatan Bulan Bahasa di Jurusan Bahasa Sastra Indonesia, FBS UNESA. Beliau melakukan monolog yang merupakan bagian dari teater. Penampilan beliau begitu memukau sampai-sampai kami yang berada di dalam gedung itu terbawa ke dalam ceritanya, dada kami bergetar, tawa kami terbahak dengan ulah beliau. Sungguh sastrawan hebat. Karena masih belum terkumpul semua dokumentasi tentang beliau jadi saya belum membuat artikel lengkapnya. Nanti akan saya tulis dan upload fotonya...
Saya hanya menulis ini, sebuah puisi satu-satunya karya Putu Wijaya yang beliau akui, karena Putu Wijaya memang bukan seorang penyair. ^_^


Kalau kau cintai yang mencintaimu
cintailah dirimu
Kalau kau cintai dirimu yang kucintai
cintailah daku

(Putu Wijaya)

07 November 2008

Motor Baru


Motor ini baru kumiliki sejak awal Agustus lalu. Awalnya ayah ga berniat membelikan aku motor. Berhubung sekarang aku sudah kuliah, dan letak kampusku jauh dari rumah, yaitu sekitar 24 km, ayah lebih memilih membelikan aku motor daripada membiarkan aku tinggal di kost. Dulu aku sempat minta kost saja di dekat kampus karena kupikir aku bisa belajar mandiri dan ga manja lagi. Namun orang tua melarang keras permintaanku ini. Alasan mereka karena aku akan jauh dari pengawasan. Kata ibu beliau takut aku malah sering keluyuran karena beliau memang tau watakku yang "blakraan". Jadi deh aku dibeliin motor ini. :)

Beberapa kali aku sempat menginap di kost temen waktu ada acara di kampus sampai malem. Dan aku sering main ke kost mereka. Rasa-rasanya lebih enak di rumah. Semuanya terjamin dan paling tidak aku aman dari pergaulan yang kelewat batas karena aku akan selalu dipantau orang tua. Alhamdulillah...

Terkadang ada juga yang memberatkan hatiku. Yaitu efek trauma gara-gara dulu aku pernah ketabrak motor dan beberapa waktu kemudian ayahku yang kecelakaan dan ga sembuh-sembuh sampai hampir dua bulan. Hmmm... Sering sekali aku menyaksikan kecelakaan ketika aku di jalan sedang mengendarai motor. Saat itu pasti aku langsung gemetar dan deg-degan. Hwaahh.. ternyata rasa itu masih ada. Aku tidak pernah berharap hal itu akan terjadi padaku lagi. Aku ga mau kecelakaan mengganggu aktivitas kuliahku. Ya Allah... kumohon perlindungan-Mu atas jiwa dan ragaku yang lemah ini. Amin

05 November 2008

In Memoriam Soe Hok Gie dan Idhan Lubis


Beruntung sekali orang-orang yang mampu menggapai puncak Mahameru dan mencumbu pasirnya. Mencapai puncak bukanlah sesuatu yang mudah. Butuh stamina dan mental yang kuat. Perjalanan jauh dan berat adalah perjuangan. Siapa yang bersabar dan bisa memanage waktu ia yang berhasil. Doa adalah kekuatan lain yang teramat berpengaruh pada setiap perjalanan. Agar perjalanan itu penuh berkah dari Yang Maha Kuasa. Puncak Mahameru… Puncaknya para dewa… Puncak pejuang-pejuang sejati… Puncak yang aku perjuangkan. Dan ini.. memoriam Gie di Puncak. Aku baru benar-benar sadar bahwa ini puncak ketika membaca barisan kalimat dari Sanento Yuliman untuk Gie dan Idhan Lubis. Aku mengagumimu Soe Hok Gie, dan aku senang bisa menggapaimu Mahameru.

Cara memanage waktu pendakian ke puncak Mahameru versi saya (versi setiap orang berbeda, bergantung kemampuan fisiknya, maklum saya jalan pelan sekali) adalah:

  • Camp terakhir di Kalimati, usahakan siang hari sudah tiba di sana dan melakukan aktivitas lainnya seperti mengisi air ke Sumbermani, memasak, dsb. Kenapa bukan Arcapada? Karena menurut saya trek ke Arcapada itu begitu terjal, akan sangat lelah menuju ke sana dengan membawa beban di punggung. Dan lagi saya rasa di Kalimati lebih aman.
  • Biasanya setelah salat Isya tepat waktu (sekitar pkl 7) saya langsung tidur setelah sebelumnya makan dan minum yang anget-anget, misalnya wedang jahe atau Tol*k Ang*n.
  • Pukul 11 malam bangun dan prepare ke puncak.
  • Pukul 12 malam mulai start jalan. Berdoa, menguatkan kaki dan mental, berharap semoga bisa tiba di puncak pagi hari nanti. Alhamdulillah..

Mendaki Gunung Panderman


Foto-foto bisa dilihat di sini.


Sore itu Sabtu, 1 November 2008, kami berlima: saya, Mz Dadang (Surabaya), Mz Arik (Pasuruan), Mz Dwi (Lawang), serta Mz Tovik (Malang) berkumpul di depan gapura wana wisata G.Panderman sembari menunggu Mz Anwar (temannya Mz Dadang) yang akan memberikan gambaran bagaimana jalur menuju puncak. Setelah ditelpon, Mz Anwar menemui kami dan mengajak kami ke rumahnya. Di sana kami ngobrol sebentar mengenai Panderman lalu menitipkan motor padanya dan segera memulai perjalanan kami menuju puncak.

Pos Retribusi
Saat itu pukul 19.05 kami berenam (tanpa Mz Anwar) mulai berjalan menyusuri aspal yang serasa tidak berujung dan tiap jengkalnya semakin menanjak. Tawa canda mengiringi perjalanan kami. Langit malam teramat cerah dengan cahaya putih yang berkelip seakan tersenyum pada kami. Tapi jauhnya itu lho kaga nahan. Pas pulang aku baru tahu kalau biaya ojeknya Cuma Rp 5.000,-/orang. Tau gitu kan aku ngojek aja. Hehehe… Kata Mz Anwar kami beruntung karena sudah dua hari ini Panderman tidak diguyur hujan sehingga jalurnya tidak akan terlalu licin. Dan semoga malam ini langit tetap cerah seperti hati kami yang penuh bahagia. Pukul 20.33 kami tiba di pos retribusi. Tiap orang membayar Rp 2.000,-.

Latar Ombo

Setelah istirahat kami melanjutkan perjalanan. Treknya berupa makadam datar dengan ladang di kanan kiri jalan. Kami menyempatkan mengambil air sebagai persediaan sampai puncak hingga turun nanti. Sumber air ini ada di sisi kiri jalan dan dipagari dengan kawat. Jalanan selanjutnya sudah tidak berupa makadam lagi dan mulai menanjak tapi masih taraf datar. Ketika menemui perempatan kami mengambil jalan ke kiri. Tidak jauh dari tempat tersebut ada pertigaan ditandai suara air muncrat dari pipa dan kami belok ke kanan. Kemudian akan ada pertigaan lagi di mana kalau ke kanan kita akan menuju ke sawah, jadi kami mengambil jalan ke kiri. Di pohon juga ada penunjuk arah menuju puncak. Setelah tempat itu jalur kian menanjak dan berbatu yang menguras tenaga. Sesekali kami beristirahat dan makan roti karena kami lupa makan malam di bawah tadi dan tidak membawa bekal nasi. Nafasku semakin berat dan jalanku semakin lambat. Mendaki tanah bekas hujan dua hari lalu yang kemiringannya tajam sebenarnya tidak terlalu berat, tapi sepertinya energiku sudah terkuras saat berjalan di aspal tadi. Pukul 22.11 kami baru tiba di Latar Ombo, sebuah tempat datar yang cukup luas. Di sana rupanya ada beberapa grup yang sedang berkemah.


Puncak Panderman
Kami tidak beristirahat di situ dan melanjutkan perjalanan. Treknya bervariasi, terkadang datar, namun tidak sedikit trek yang menguras tenaga. Pukul 22.11 kami tiba di Watu Gede I dan sepuluh menit kemudian ada Watu Gede II (Watu Poster). Kami terus saja berjalan karena nampaknya kabut mulai datang, semoga tidak hujan Tuhan….
Tanah-tanah bekas longsoran dengan kemiringan sampai 55o terus kami daki dengan pelan dan senyum. Sesekali kami beristirahat di bebatuan yang juga tertata apik. Pinus-pinus seakan mengerti lelah yang kami rasa. Ia gerakkan pelan dahan dan dedaunan yang memberi kesegaran. Kemudian jalanan mulai datar agak panjang di sisi bukit dengan jurang di sebelah kiri. Alang-alang dan rumputan membasahi kaki-kaki yang lelah. “Sebentar lagi puncak, Rul. Tuh di depan.” kata Mz Arik. Setelah berjalan lagi kok ga nyampek-nyampek yah, hehehe…. Capek!
Menanjak lagi dan lagi… Pukul 00.07 WIB kami tiba di sebuah tanah datar yang ramai dengan suara beberapa rombongan yang tiba lebih dulu. “Ini puncak, Rul,” teriak mz Arik lagi. Ha?? Ini puncak?? Sebuah tempat yang penuh rumputan dan pohon di sekelilingnya. Subhanallah… kubaringkan tubuhku di atas rumputan, kutatap langit dengan pesona beribu bintang. Tuhan, betapa bahagianya aku dapat mencumbu puncak yang kuperjuangkan. Kami segera buka tenda yang nyaman untuk berlindung dari udara dingin. Mie kuah hangat dan buah nangka jadi santapan malam sebelum kami tidur.
Aku heran dengan salah satu rombongan yang mendaki dan tidak mendirikan tenda. Apa mereka tidak berpikir bagaimana nanti jika tiba-tiba hujan datang, atau mereka tidak memikirkan nyamannya tidur di dalam tenda dengan balutan sleeping bag? Ah sudahlah.. saatnya tidur….

Hari II, 2 November 2008
Pagi hari itu orang-orang ramai berfoto dengan sunrise. Memang di sini view yang kami dapat tidak terlalu bagus karena tertutup dengan rimbunnya pohonan. Sarapan pagi lalu jalan-jalan sekitar puncak dan ngobrol dengan pendaki lain. Beberapa rombongan sudah banyak yang turun dan kami masih tetap di sini dengan satu rombongan lain bercengkrama hangat yang diselingi canda tawa.
Setelah packing serta perawatan muka dan kulit (perawatan itu perlu!) kami turun. Oya, jangan meninggalkan sampah ya! Pedih rasanya melihat bungkus-bungkus plastik berserakan di mana-mana . Seperti biasa, jurus-jurus narsis kami keluarkan di beberapa tempat. Kurang lengkap rasanya jika mendaki dan tidak mengabadikan setiap moment. :D
Pukul 10.20 kami sudah tiba di sumber air dan beristiaraht sejenak. Lalu aku melanjutkan turun dengan kaki yang teramat lelah sembari makan buah nangka di sepanjang perjalanan. Pukul 11 siang kami sudah di gapura wana wisata panderman, dan aku menghabiskan dua bungkus ice cream yang kuidamkan sejak awal pendakian.
Di rumah Mz Anwar kami mandi dan menyantap nasi tentunya, oh mz Anwar dikau pengertian sekali, hehehe… Terima kasih, Mz. ^_^
Sore hari setelah berkunjung ke rumah Gus Uddin tokoh wilayah setempat kami pulang ke rumah masing-masing. Aku tiba di rumah pukul 18.05 WIB dengan membawa lelah dan cinta yang ditancapkan pinus-pinus Panderman. Sahabat-sahabat alamku, terima kasih telah menemani perjalananku dan dengan sabar menungguku yang teramat lambat di setiap langkah.