05 November 2008

Mendaki Gunung Panderman


Foto-foto bisa dilihat di sini.


Sore itu Sabtu, 1 November 2008, kami berlima: saya, Mz Dadang (Surabaya), Mz Arik (Pasuruan), Mz Dwi (Lawang), serta Mz Tovik (Malang) berkumpul di depan gapura wana wisata G.Panderman sembari menunggu Mz Anwar (temannya Mz Dadang) yang akan memberikan gambaran bagaimana jalur menuju puncak. Setelah ditelpon, Mz Anwar menemui kami dan mengajak kami ke rumahnya. Di sana kami ngobrol sebentar mengenai Panderman lalu menitipkan motor padanya dan segera memulai perjalanan kami menuju puncak.

Pos Retribusi
Saat itu pukul 19.05 kami berenam (tanpa Mz Anwar) mulai berjalan menyusuri aspal yang serasa tidak berujung dan tiap jengkalnya semakin menanjak. Tawa canda mengiringi perjalanan kami. Langit malam teramat cerah dengan cahaya putih yang berkelip seakan tersenyum pada kami. Tapi jauhnya itu lho kaga nahan. Pas pulang aku baru tahu kalau biaya ojeknya Cuma Rp 5.000,-/orang. Tau gitu kan aku ngojek aja. Hehehe… Kata Mz Anwar kami beruntung karena sudah dua hari ini Panderman tidak diguyur hujan sehingga jalurnya tidak akan terlalu licin. Dan semoga malam ini langit tetap cerah seperti hati kami yang penuh bahagia. Pukul 20.33 kami tiba di pos retribusi. Tiap orang membayar Rp 2.000,-.

Latar Ombo

Setelah istirahat kami melanjutkan perjalanan. Treknya berupa makadam datar dengan ladang di kanan kiri jalan. Kami menyempatkan mengambil air sebagai persediaan sampai puncak hingga turun nanti. Sumber air ini ada di sisi kiri jalan dan dipagari dengan kawat. Jalanan selanjutnya sudah tidak berupa makadam lagi dan mulai menanjak tapi masih taraf datar. Ketika menemui perempatan kami mengambil jalan ke kiri. Tidak jauh dari tempat tersebut ada pertigaan ditandai suara air muncrat dari pipa dan kami belok ke kanan. Kemudian akan ada pertigaan lagi di mana kalau ke kanan kita akan menuju ke sawah, jadi kami mengambil jalan ke kiri. Di pohon juga ada penunjuk arah menuju puncak. Setelah tempat itu jalur kian menanjak dan berbatu yang menguras tenaga. Sesekali kami beristirahat dan makan roti karena kami lupa makan malam di bawah tadi dan tidak membawa bekal nasi. Nafasku semakin berat dan jalanku semakin lambat. Mendaki tanah bekas hujan dua hari lalu yang kemiringannya tajam sebenarnya tidak terlalu berat, tapi sepertinya energiku sudah terkuras saat berjalan di aspal tadi. Pukul 22.11 kami baru tiba di Latar Ombo, sebuah tempat datar yang cukup luas. Di sana rupanya ada beberapa grup yang sedang berkemah.


Puncak Panderman
Kami tidak beristirahat di situ dan melanjutkan perjalanan. Treknya bervariasi, terkadang datar, namun tidak sedikit trek yang menguras tenaga. Pukul 22.11 kami tiba di Watu Gede I dan sepuluh menit kemudian ada Watu Gede II (Watu Poster). Kami terus saja berjalan karena nampaknya kabut mulai datang, semoga tidak hujan Tuhan….
Tanah-tanah bekas longsoran dengan kemiringan sampai 55o terus kami daki dengan pelan dan senyum. Sesekali kami beristirahat di bebatuan yang juga tertata apik. Pinus-pinus seakan mengerti lelah yang kami rasa. Ia gerakkan pelan dahan dan dedaunan yang memberi kesegaran. Kemudian jalanan mulai datar agak panjang di sisi bukit dengan jurang di sebelah kiri. Alang-alang dan rumputan membasahi kaki-kaki yang lelah. “Sebentar lagi puncak, Rul. Tuh di depan.” kata Mz Arik. Setelah berjalan lagi kok ga nyampek-nyampek yah, hehehe…. Capek!
Menanjak lagi dan lagi… Pukul 00.07 WIB kami tiba di sebuah tanah datar yang ramai dengan suara beberapa rombongan yang tiba lebih dulu. “Ini puncak, Rul,” teriak mz Arik lagi. Ha?? Ini puncak?? Sebuah tempat yang penuh rumputan dan pohon di sekelilingnya. Subhanallah… kubaringkan tubuhku di atas rumputan, kutatap langit dengan pesona beribu bintang. Tuhan, betapa bahagianya aku dapat mencumbu puncak yang kuperjuangkan. Kami segera buka tenda yang nyaman untuk berlindung dari udara dingin. Mie kuah hangat dan buah nangka jadi santapan malam sebelum kami tidur.
Aku heran dengan salah satu rombongan yang mendaki dan tidak mendirikan tenda. Apa mereka tidak berpikir bagaimana nanti jika tiba-tiba hujan datang, atau mereka tidak memikirkan nyamannya tidur di dalam tenda dengan balutan sleeping bag? Ah sudahlah.. saatnya tidur….

Hari II, 2 November 2008
Pagi hari itu orang-orang ramai berfoto dengan sunrise. Memang di sini view yang kami dapat tidak terlalu bagus karena tertutup dengan rimbunnya pohonan. Sarapan pagi lalu jalan-jalan sekitar puncak dan ngobrol dengan pendaki lain. Beberapa rombongan sudah banyak yang turun dan kami masih tetap di sini dengan satu rombongan lain bercengkrama hangat yang diselingi canda tawa.
Setelah packing serta perawatan muka dan kulit (perawatan itu perlu!) kami turun. Oya, jangan meninggalkan sampah ya! Pedih rasanya melihat bungkus-bungkus plastik berserakan di mana-mana . Seperti biasa, jurus-jurus narsis kami keluarkan di beberapa tempat. Kurang lengkap rasanya jika mendaki dan tidak mengabadikan setiap moment. :D
Pukul 10.20 kami sudah tiba di sumber air dan beristiaraht sejenak. Lalu aku melanjutkan turun dengan kaki yang teramat lelah sembari makan buah nangka di sepanjang perjalanan. Pukul 11 siang kami sudah di gapura wana wisata panderman, dan aku menghabiskan dua bungkus ice cream yang kuidamkan sejak awal pendakian.
Di rumah Mz Anwar kami mandi dan menyantap nasi tentunya, oh mz Anwar dikau pengertian sekali, hehehe… Terima kasih, Mz. ^_^
Sore hari setelah berkunjung ke rumah Gus Uddin tokoh wilayah setempat kami pulang ke rumah masing-masing. Aku tiba di rumah pukul 18.05 WIB dengan membawa lelah dan cinta yang ditancapkan pinus-pinus Panderman. Sahabat-sahabat alamku, terima kasih telah menemani perjalananku dan dengan sabar menungguku yang teramat lambat di setiap langkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar