19 November 2011

Segarnya Es Yokik Bikin Ketagihan



Siapa yang tak mengenal es yokik? Bagi masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya, es yokik adalah salah satu minuman populer. Es yokik yang berisi campuran bubur kacang hijau, kelapa muda, dan alpukat, dan di atasnya diberi serutan es yang disiram susu kental coklat terasa manis dan segar.
Sebenarnya nama es ini berasal dari nama salah seorang siswa SMA Katolik Sidoarjo. Puluhan tahun lalu Yokik yang anak SMA suka sekali minum es dengan campuran kacang hijau, kelapa muda, alpukat, dan susu. Akhirnya teman-temannya menjuluki es tersebut dengan nama es yokik. Dan dengan segera es ini mulai banyak dijual pedagang kaki lima.
“Dulunya es yokik ini nama anak sekolahan. Dia suka minum es ini, lalu teman-temannya ngasih nama esnya itu es yokik,” kata Pak Wahidi di warungnya di Jalan Raden Wijaya Sidoarjo.
Uniknya, meskipun populer, es ini hanya dijual di Jalan R.Wijaya atau lebih sering disebut Mahkota oleh masyarakat. Beberapa pedagang kaki lima menyajikan es yokik di samping menu es yang lain.
Pak Wahidi mengaku masih banyak pembeli yang suka memesan es yokik. Ia bisa menghabiskan satu kilogram kacang hijau setiap harinya untuk menjual es yokik.
“Rasanya suegerr, bikin ketagihan, dan murah,” kata David, salah satu penggemar setia es yokik sejak sepuluh tahun lalu. Es yang manis dan segar ini memang dijual cukup murah, hanya Rp3.000,- saja.

15 November 2011

Pameran Foto “Dari Pegangsaan Sampai Rijswijk”


Kemarin saya berkunjung ke House of Sampoerna Surabaya khusus untuk melihat pameran foto “Dari Pegangsaan Sampai Rijswijk”. Pameran ini digelar di Galeri Seni HOS dari tanggal 10 November 2011 s.d. 11 Desember 2011. Tadinya saya tidak tahu apa itu Rijswijk, tapi setelah melihat-lihat barulah saya tahu bahwa itu adalah nama lama dari Istana Merdeka.
pose di depan foto
Di dalam pameran tersebut terdapat 66 potret sejarah Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaannya tahun 1945—1950 yang dicetak di atas bahan aluminium lalu digantung dengan senar berurutan sesuai tahun pengambilan foto. Foto-foto jurnalistik tersebut adalah hasil dari Mendur Bersaudara dan para pewarta foto yang tergabung dalam Indonesian Press Photo Service (IPPHOS). Pameran yang diadakan atas kerjasama dengan Galeri Jurnalistik Fotografi Antara (GJFA) ini diharapkan dapat mengingatkan kembali masyarakat akan perjuangan para pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
foto-foto
Mungkin karena saya berkunjung pada hari Senin, jadi pemeran tersebut terkesan sepi pengunjung. Menurut penjaganya, hari itu baru 10 orang yang berkunjung, sedangkan akhir pekan kemarin jumlah pengunjung minimal 20 perhari. Sebebenarnya dengan begitu saya bisa lebih leluasa melihat foto-foto sambil menghubungkannya dengan sedikit pengetahuan saya tentang sejarah, tapi saya juga ingin banyak orang datang dan melihat foto-foto itu. Ada rasa takjub, haru, merinding, lucu, dan lain-lain. Tidak jarang saya tertawa sendiri atau mengucapkan kata “Wow!”. Belajar sejarah itu menyenangkan, terlebih lagi jika belajar melalui foto.


(Sidoarjo, 15 November 2011, 08.26 WIB)

11 November 2011

Panorama Papuma yang Menggoda

(Tulisan ini sudah dimuat di Koran Jawa Pos pada hari Kamis, 10 November 2011 pada kolom journey for her halaman 22.)

Menunggu Fajar
Pantai Pasir Putih Malikan atau lebih sering disingkat dengan Papuma adalah salah satu pantai terindah di Jawa Timur. Keeksotisannya terdengar hampir di seluruh Pulau Jawa. Saya sendiri baru tahu tentang Pantai Papuma beberapa tahun lalu. Apa kata dunia jika saya yang tinggal di Jawa Timur belum pernah mengunjungi salah satu pantai terindahnya di Jember?
Minggu (15/10) kami berangkat. Setelah beberapa jam perjalanan, kami mulai mendekati lokasi Pantai Papuma. Hal pertama yang menyambut kami adalah hutan jati berselimut kabut di kanan kiri jalan. Sinar fajar mulai menyusup di antara daun dan ranting menyibak kabut lalu membentuk garis-garis cahaya (ray of light). Begitu memasuki areal wisata Pantai Papuma dari ketinggian, tampaklah pantai yang berwarna putih di bawah sana. Tak sabar rasanya untuk segera ke sana dan menunggu matahari terbit sempurna.
Laut yang terhampar terlihat putih bak kanvas yang siap dilukis oleh cahaya pagi yang perlahan-lahan muncul. Laut yang tadinya putih perlahan berubah menjadi kekuning-kuningan. Lalu terbentuk siluet kapal nelayan yang berjajar rapi. Di sana-sini wisatawan asik berfoto, begitu juga dengan saya. Tidak seorangpun ingin tertinggal momen indah itu.
Yang khas dari Papuma adalah gugusan batu karangnya. Untuk menuju ke sana saya harus sedikit bergeser ke arah selatan. Di sana saya bisa berjalan di atas hamparan batu-batu karang (sebelum ombak terlalu besar). Namun saya terlambat. Ketika itu air sudah mulai naik dan ombak semakin besar. Saya naik ke atas gardu pandang untuk mencari objek menarik yang bisa saya foto dengan poin utama batu karang besar maskot Pantai Papuma.
Deburan ombak di bawah sana seolah sedang memainkan nada-nada melalui batu-batu karang. Buihnya yang putih terlihat seperti hamparan salju. Panorama tersebut begitu indah dan menggoda saya untuk mengabadikannya. Ahh.., saya tergoda untuk difoto berlatar belakang batu tersebut.
Bersama Sahabat
Puas dengan tempat tersebut saya turun ke pantai. Saya berjalan tanpa alas di pasirnya yang putih. Terasa enak di kaki dan lembut. Tak salah kalau pantai itu dinamai Pantai Pasir Putih Malikan, yakni perpaduan pasir yang putih dengan gugusan batu malikan (batu karang). Beberapa teman hanya berdiri di tepi pantai. Tidak demikian dengan saya. Perlahan saya berjalan mendekati laut, melewati batu-batu karang dengan air dangkal. Semakin jauh dan jauh. Saya menikmati ombak-ombak kecil yang menghantam kaki saya. Tiba-tiba… “Byuuuurrrrr!!!” Ombak besar menghantam dan saya hampir limbung. Untung saya tak sampai terjatuh dan terbawa ombak. Perlahan ombak mengecil. Saya buru-buru menepi. Kaki saya gemetar.
Tidak takut, saya malah ketagihan. Sudah terlanjur basah. Saya kembali bermain-main dengan ombak. Tentu saja tidak sejauh tadi. Teman-teman mulai ikut bermain. Kami tertawa, berbasah-basah, dan berfoto sampai lupa waktu. Seolah hari itu adalah hari kami, kebahagiaan kami, dan pantai itu milik kami.
Cacing-cacing di perut mulai berteriak kelaparan. Kami segera menuju ke salah satu warung dan memesan ikan bakar. Walaupun proses membakarnya agak lama, hasilnya sangat memuaskan. Ikan yang baru ditangkap nelayan pagi itu terasa gurih, nikmat, dan bebas bau amis. Belum lagi sambalnya begitu nendang. Nyammm…! Adakah yang lebih nikmat dari menyantap ikan bakar di tepi pantai eksotis bersama kawan? Nikmatnya terbawa sampai Sidoarjo lho.
Saya bangga sudah mengunjungi Pantai Papuma. Saya bangga karena bisa semakin mengenali keindahan Jawa Timur, keindahan Indonesia. Jika ada orang lain bertanya mengenai Papuma, saya tidak bingung lagi menjawab.
Pergilah dan biarkan keindahannya menyusup ke dalam hatimu.

(Sidoarjo, 28 Oktober 2011 pukul 23.54)

08 November 2011

Kampung Bebek dan Telur Asin Kebonsari


Sejak SMA saya sering sekali main ke rumah sahabat saya di Desa Kebonsari, Candi. Tapi setelah sekian lama (sampai sekarang sekitar enam tahun) saya baru tahu kalau desa tersebut adalah desa peternak bebek dan penghasil telur asin atau sering disebut “Kampung Bebek dan Telur Asin”. Kelompok peternak bebeknya dinamai Sumberpangan dengan anggota 34 orang peternak dan dipimpin oleh Pak Nur Hidayat.
Mata saya terbuka gara-gara mendapat saran dari Pak Budi Sugiharto, Kepala detik.com biro Jawa Timur (detikSurabaya), untuk liputan di sana. O iya, saat ini saya sedang magang di detikSurabaya.
Hari ini (7/11) saya pergi ke desa tersebut sendirian. Walaupun sudah mendengar bahwa di sana banyak yang beternak bebek, saya masih belum tahu harus menuju ke rumah siapa dan di mana. Saya hanya mengikuti kemauan motor saya mau melaju ke mana. Dan singgahlah saya di rumah Pak Sulaiman yang di depan rumahnya terpampang banner bertuliskan “AGEN TELOR ASIN ADON JAYA”.
Jujur saya belum punya konsep pertanyaan untuk mewawancarai Pak Sulaiman. Tadinya saya hendak meliput pembuatan dodol jamur di Kampung Jamur, tapi karena masih musim kemarau mereka sedang tidak produksi jamur. Lalu saya langsung menuju ke Kebonsari. Alhasil saya agak gugup mau bertanya-tanya ke Pak Sulaiman. Untung saya dua orang karyawan Pak Sulaiman sangat ramah dan lucu, membuat suasana lebih nyaman.
Di sana saya hanya mengamati proses pemberian makanan, pencucian, dan pemilahan telur. Sebenarnya saya ingin menyaksikan proses pemeraman telur, tapi apa daya, bata merah halus yang sedang dijemur belum kering, jadi mereka belum bisa memeram telur. Akhirnya saya hanya mendapat penjelasan dari Pak Sulaiman dan istrinya tentang cara memproses telur sampai menjadi asin dan memiliki aneka rasa.
Menurut Bapak yang sudah beternak selama 15 tahun ini, pada dasarnya pembuatan telur asin aneka rasa sama dengan pembuatan telur asin biasa. Perbedaannya hanya pada pemasakan setelah dipanen dari proses pemeraman. Rasa yang ada pada telur tidak diperoleh dari bahan kimia ataupun injeksi (penyuntikan) ekstrak rasa-rasa. Rasa telur asinnya diperoleh dari proses pemasakan yang berbeda-beda. Sebagai contoh untuk telur rasa kepiting harus dimasak dengan cara diasap selama 12 jam, telur asin rasa udang dimasak dengan cara dioven selama 6-7 jam, dan terakhir rasa ikan salmon didapat dengan cara digoreng. Telur asin aneka rasa ini dijual dengan harga Rp2.000 per butir.
Saat ini Pak Sulaiman memiliki 1.500 ekor bebek dengan luas kandang mencapai 25x16 meter. Bebek-bebek ini mampu menghasilkan 1000 butir telur per hari. Karena itulah tidak salah jika Pak Sulaiman mengatakan bahwa omzetnya mencapai Rp200.000 per hari. Kok sedikit ya? Mungkin Pak Sulaiman salah hitung karena dia tidak menggunakan neraca keuangan. Jadi itu hanya jawaban perkiraan saja.
Kendala paling besar yang mereka hadapi adalah mahalnya harga pangan dan musim hujan. Menurut pengakuan  Pak Sulaiman, sudah dua tahun ini desa mereka selalu banjir jika hujan turun dengan lebat. Hal ini disinyalir karena adanya pendangkalan Kali Porong yang disebabkan pembuangan lumpur lapindo ke sungai tersebut. Debit air yang sangat banyak dari Kali Brantas akhirnya juga mengalir melalui sungai-sungai di sekitar Porong.
Bebek adalah salah satu hewan yang gampang stress dengan adanya perubahan cuaca, apalagi jika ditambah banjir dan petir. Bisa-bisa bebek tidak mau bertelur dan otomatis produksi telur asin pun menurun sampai 30%. Namun jika cuaca sudah stabil biasanya bebek pun kembali sehat dan bertelur lagi.
Syukurlah hal ini sudah diadukan ke pemda Sidoarjo. Sekarang permasalahan itu mulai ditangani dengan melakukan pengerukan di sungai-sungai untuk menghindari banjir.
“Jangan putus asa,” kata Pak Sulaiman saat saya bertanya apa rahasianya bisa bertahan selama belasan tahun.

(Senin, 7 November 2011)

07 November 2011

Foto Takbir Idul Adha 1432 H

Malam lebaran tiba-tiba saya ingin hunting foto takbir keliling. Pikiran saya jatuh pada alun-alun Sidoarjo. Biasanya di seputaran masjid agung dan pusat kota ada saja yang melaksanakan takbir keliling. Maka berangkatlah saya sendirian dengan mengendarai motor ke arah alun-alun. Ternyata semua di luar dugaan. Jalan raya Sidoarjo sepi. Bahkan terkesan malam itu bukan malam lebaran. Saya melanjutkan ke arah GOR. Ya, di sana ramai, tapi bukan ramai takbiran, hanya ramai orang jualan.

Kecewa, saya pun melajukan motor ke arah rumah teman di Desa Entalsewu. Tadi dia mengunggah status di fb bahwa di desanya sedang diadakan lomba takbir keliling. Waktu saya tiba di sana acaranya sudah dimulai. Saya langsung memarkir motor di rumah teman dan mulai memotret. Inilah hasilnya... Foto sederhana saya.
Tim Nomor 1

Arak-arakan ke-3

Takbir Keliling