(Tulisan ini sudah dimuat di Koran Jawa Pos
pada hari Kamis, 10 November 2011 pada kolom journey for her halaman 22.)
Menunggu Fajar |
Minggu (15/10) kami berangkat. Setelah
beberapa jam perjalanan, kami mulai mendekati lokasi Pantai Papuma. Hal pertama
yang menyambut kami adalah hutan jati berselimut kabut di kanan kiri jalan. Sinar
fajar mulai menyusup di antara daun dan ranting menyibak kabut lalu membentuk garis-garis
cahaya (ray of light). Begitu
memasuki areal wisata Pantai Papuma dari ketinggian, tampaklah pantai yang
berwarna putih di bawah sana. Tak sabar rasanya untuk segera ke sana dan
menunggu matahari terbit sempurna.
Laut yang terhampar terlihat putih bak
kanvas yang siap dilukis oleh cahaya pagi yang perlahan-lahan muncul. Laut yang
tadinya putih perlahan berubah menjadi kekuning-kuningan. Lalu terbentuk siluet
kapal nelayan yang berjajar rapi. Di sana-sini wisatawan asik berfoto, begitu
juga dengan saya. Tidak seorangpun ingin tertinggal momen indah itu.
Yang khas dari Papuma adalah gugusan batu
karangnya. Untuk menuju ke sana saya harus sedikit bergeser ke arah selatan. Di
sana saya bisa berjalan di atas hamparan batu-batu karang (sebelum ombak
terlalu besar). Namun saya terlambat. Ketika itu air sudah mulai naik dan ombak
semakin besar. Saya naik ke atas gardu pandang untuk mencari objek menarik yang
bisa saya foto dengan poin utama batu karang besar maskot Pantai Papuma.
Deburan ombak di bawah sana seolah sedang
memainkan nada-nada melalui batu-batu karang. Buihnya yang putih terlihat seperti
hamparan salju. Panorama tersebut begitu indah dan menggoda saya untuk
mengabadikannya. Ahh.., saya tergoda untuk difoto berlatar belakang batu
tersebut.
Bersama Sahabat |
Tidak takut, saya malah ketagihan. Sudah
terlanjur basah. Saya kembali bermain-main dengan ombak. Tentu saja tidak
sejauh tadi. Teman-teman mulai ikut bermain. Kami tertawa, berbasah-basah, dan
berfoto sampai lupa waktu. Seolah hari itu adalah hari kami, kebahagiaan kami,
dan pantai itu milik kami.
Cacing-cacing di perut mulai berteriak
kelaparan. Kami segera menuju ke salah satu warung dan memesan ikan bakar.
Walaupun proses membakarnya agak lama, hasilnya sangat memuaskan. Ikan yang
baru ditangkap nelayan pagi itu terasa gurih, nikmat, dan bebas bau amis. Belum
lagi sambalnya begitu nendang. Nyammm…! Adakah yang lebih nikmat dari
menyantap ikan bakar di tepi pantai eksotis bersama kawan? Nikmatnya terbawa
sampai Sidoarjo lho.
Saya bangga sudah mengunjungi Pantai
Papuma. Saya bangga karena bisa semakin mengenali keindahan Jawa Timur,
keindahan Indonesia. Jika ada orang lain bertanya mengenai Papuma, saya tidak
bingung lagi menjawab.
Pergilah dan biarkan keindahannya menyusup
ke dalam hatimu.
(Sidoarjo, 28 Oktober 2011 pukul 23.54)
jadi pengen banget kesana deh :D
BalasHapusAyo berangkat sayy.... ;)
BalasHapusmumpung masih muda dan belum menikah lho
mb numpang tanya, masuk kolom forher journey dapat apa mb dr redaksi?
BalasHapusnggak dapat apa-apa alias nggak kuambil hadiahnya.. kalo ga salah 2 atau 3 kali nulis ga pernah kuambil :D
Hapuswow, 2 kali dimuat itu di halam her journey semua kah mb?
Hapussaya juga pernah sekali dimuat journey. itu emank dapat hadih kah mb?