19 November 2010

Hutan Primer di Tengah Kota, Kenapa Tidak

19 Oktober 2010
Hari kedua perjalanan tim 29 ACI Detikcom
Menurut jadwal dari panitia, hari ini kami akan terbang ke Sintang pukul 13.00 WIB. Meski begitu kami tidak bermalas-malasan di pagi hari. Kami sibuk dengan tulisan dan foto yang harus kami publish ke web ACI. Sekadar informasi, panitian ACI mengharuskan setiap tim untuk mengirimkan dua cerita dan sepuluh foto setiap harinya. Sekalian saya menyelesaikan tugas kuliah –analisis cerpen Seno Gumira- yang harus segera saya kirimkan ke email dosen pengampu mata kuliah tersebut. Tapi otak saya benar-benar “butek” kala itu. Jadi saya mengerjakannya asal-asalan. Asal selesai, asal terkumpul. Maafkan saya, Pak N***d.

Penerbangan dengan Kalstar
Menjelang siang, saya dan partner melaju ke Bandara Supadio. Biaya taxi dari Hotel 95 sampai ke bandara adalah Rp70.000,-. Penumpang pesawat Kalstar (nama maskapai penerbangan dari dan ke Sintang) tidak banyak. Mungkin sekitar 20-an. Tempat duduk ketika di dalam pesawat pun suka-suka. Siapa cepat dia dapat. Kebetulan waktu itu saya masuk belakangan, tinggal kursi paling depan saja yang kosong. Untungnya dekat jendela, jadi saya bisa menikmati pemandangan alam Kalbar dari ketinggian.
Kondisi saat itu sedang berawan. Pesawat kecil itu agak bergetar-getar naik turun. Jujur saya takut. Tapi Alhamdulillah semua berakhir dengan menyenangkan, selamat sampai tujuan dalam waktu satu jam. Bahkan teman saya sangat senang dengan maskapai ini karena pramugarinya masih muda, cantik, dan seksi. Info mengenai maskapai Kalstar bisa dilihat di sini.

Hutan Primer Tengah Kota
Setibanya di Bandara Susilo, Sintang, pukul 14.00, kami langsung disambut guide dari Komunitas Pariwisata Kapuas Hulu (Kompakh). Ada Bang Hermas dan Bang Darius. Merekalah yang akan menemani perjalanan kami selama 12 hari. Setelah itu kami langsung diantar ke Hotel Sakura (salah satu hotel paling bagus di Sintang yang menurut saya nggak bagus-bagus amat) untuk berisitrahat sebentar.
Menjelang sore barulah kami mulai jalan-jalan. Yang kami tuju adalah Hutan Wisata Baning, hutan primer seluas 215 ha di pusat kota Sintang. Sebelum ke sana saya membayangkan akan berjalan melewati setapak tanah. Karena itulah saya sempat bertanya kepada guide harus memakai sepatu atau sandal, dan mereka menjawab lebih baik pakai sepatu. Namun, setelah di sana bayangan saya tadi hancur. Bukan setapak tanah yang saya lewati, melainkan jembatan kayu selebar 80 cm yang memanjang dari start sampai finish di seberang hutan nanti. Jembatan ini dibuat karena ini merupakan hutan gambut, sehingga tanahnya selalu basah. Bang Edy, salah satu guide dari Komunitas pariwisata Sintang (Kompas) mengatakan tempat ini sering digunakan untuk jogging track, tempat belajar siswa, dan yang paling tidak menyenangkan adalah tempat untuk pacaran. Memang, tepat di tengah hutan, jembatan ini bercabang dua ke kanan dan kiri (membentuk perempatan) yang di ujungnya terdapat gazebo yang bias difungsikan untuk berbagai jenis kegiatan.
Selain itu, para guide juga menjelaskan beberapa fungsi tumbuh-tumbuhan, baik untuk kesehatan maupun kerajinan. Di hutan ini kami juga menemui banyak sekali sarang semut berbentuk bulat penuh sebesar bola sepak, tupai, serta suara burung-burung. Menarik memang, sayangnya aset wisata Sintang ini tidak dikelola dengan baik sehingga tampak terbengkalai, banyak sampah, dan atap gazebonya rusak di sana-sini. Kalau rusak dan kotor siapa coba yang mau datang?

Makan Malam di Tepi Kapuas

Malam harinya kami makan malam di RM Terapung Saka 3. Letaknya di Jalan Pangeran Muda, Kelurahan Tanjung Puri, Kecamatan Sintang (Komplek Rumah jabatan Bupati Sintang). RM ini terapung di tepi Sungai Kapuas. Jelas saja ikan-ikan yang disajikan pun hasil dari Sungai Kapuas. Ikan yang saya rekomendasikan adalah ikan bawal sungai, dan minumannya adalah es lidah buaya. Sedaaappp!! Yang tidak menyenagkan waktu itu adalah penyediaan makanan yang sangat lama karena terlalu banyak pembeli. Lebih dari sejam kami menunggu, dan makanan itu habis dalam waktu sekejap. Inilah pembalasan orang-orang yang kelaparan. Haha….

4 komentar:

  1. naek lion air...mengerikan...aq pernah soale..emsinya kayake mesin lama...

    BalasHapus
  2. haha... kalau begitu naik garuda saja mas :P
    naiik kalstar juga agak serem tp nyaman kok.

    BalasHapus
  3. Mw nnya mba itu Kalstar harga tiketnya brpa yah dri Pontianak ke Sintang?

    -Trims-

    BalasHapus
  4. waktu itu harga tiketnya masih 420.000, ndak tau lagi kalau sekarang.

    BalasHapus